Selasa, 11 April 2017

Cerpen | Gone: Ketika Semuanya Terlambat

Gone: Ketika Semuanya Terlambat

Dia menggangguku lagi. Seolah tak ada hari yang bisa dilewatinya tanpa menggangguku. Namaku Reno Dirgana, mahasiswa jurusan ekonomi salah satu universitas swasta di Jawa Timur. Aku termasuk pribadi yang dingin, enggan menyapa teman-temanku kalau tak penting, mereka berisik sedangkan aku menyukai ketenangan. Lupakan tentang keluarga, hidupku masuk dalam kategori aman-aman saja awalnya, sampai dia, Nafira namanya, datang dan mengacaukan kehidupan tenangku.

Fira tetap saja mengikutiku walaupun selalu kuacuhkan. Gadis keras kepala ini sepertinya sekali-kali harus dikerasi, atau aku tak akan menemukan kehidupan tenangku lagi.

"Apa mau lo? Cepat katakan dan pergi dari hadapan gue." kataku padanya yang berada tak jauh di belakangku.

Fira menyejajari langkahku dan tersenyum senang, "Akhirnya lo ngomong juga. Gue pikir lo gagu, abisnya lo gak pernah kedengaran ngomong sih."

"Fira! Cepat bilang mau lo apa biar gue bisa dapatin ketenangan gue lagi!" hardikku tajam.

"Ehm, gue mau kita temenan. Lebih juga boleh kok, kalau lo mau." katanya gamblang.

Aku meliriknya tak suka, "Gue gak butuh teman." kataku dingin.

Tak ada di dunia ini yang namanya teman itu tulus.

Fira menghentikan langkah, "Lo butuh. Masalah lo itu cuma kepercayaan. Lo gak bisa terus nutup diri kayak gini."

Aku berbalik menatapnya marah, "Lo gak tau apa-apa tentang gue!" kemudian aku melanjutkan langkahku lagi.

"Karena itu gue mau tau! Karena itu gue mau temenan sama lo!" balasnya setengah berteriak.

Cih, tahu apa dia tentangku? Tahu apa dia tentang persahabatan?
Aku terbiasa sendiri. Hampir tak ada yang memperhatikanku. Tidak orang tua, tidak keluarga, tidak juga teman, semuanya semu. Salahkan mereka, salahkan orang tuaku yang tak pernah akur. Salahkan teman-temanku yang dengan senang hati mengkhianatiku.

***

"Kenapa lo suka sendirian di tempat ini?"

Tempat yang dimaksud adalah atap kampus. Tempatku mendapat ketenangan, sebelum ada Fira tentunya.

"Bukannya lo ada kelas? Gue tau lo nggak tidur."

Aku tetap memejamkan mata, enggan menjawab semua yang Fira tanyakan atau membalas setiap ucapannya.

"Gue emang gak tau apa-apa tentang lo. Tapi gue pengen seenggaknya kita temenan." jeda sebentar, "Gue bawain makan siang, nih," dia meletakkan sesuatu--kotak makanan--di pangkuanku.

Aku membuka mata dan mendapatinya duduk di depanku, menghadapku dengan kedua lutut ditekuk.

"Gue gak butuh makan siang dari lo, dan, harus berapa kali gue bilang? Gue gak butuh teman!"

Fira mengedikkan bahu santai, "Kayak biasa, lo bisa buang itu kalau lo mau."

"Sesuai apa yang lo bilang." kataku lalu melempar jauh kotak makan siang di tanganku sampai isinya menghambur di lantai atap.

Fira hanya tersenyum acuh, tak terganggu sama sekali dengan apa yang kuperbuat.

"Lo harus tau Ren. Gak cuma lo yang kesepian. Elo sih enak tanpa alasan ngejauhin mereka yang mau temenan sama lo. Lo gak tau gimana rasanya jadi orang yang dijauhin. Dan lo gak akan pernah tau karena lo bukan mereka." katanya sembari memalingkan wajah.

"Terus lo tau? Terus lo punya alasan buat temenan sama gue?" tanyaku meremehkan.

"Gue tau, karena gue dijauhin." dia menatapku lagi, "Kalau gue bilang alasan gue mau temenan sama lo karena gue sayang lo gimana? Lo percaya? Nggak kan?"

Aku terdiam sejenak kemudian berdiri, "Lo tau jawabannya." ujarku sebelum mengayun langkah meninggalkannya.

***

"Hai,"

Aku mendongak dari buku yang kubaca, kemudian mendengus tak peduli.

"Baca apa sih Ren?" dia melongokkan kepala ingin tahu.

Aku menutup buku dengan sabar lalu mendongak, Fira sedikit berjengit tapi kembali tersenyum.

"Lo gak bosan ganggu gue terus?"

"Nggak. Emang lo bosan gue ganggu? Makanya kita temenan aja." dia mengulurkan tangan.

Aku menatap uluran tangannya lama, sedikit mempertimbangkan. Mungkin kalau aku mengikuti kemauannya, dia akan berhenti membuntutiku, bosan menggangguku dan pergi dari hidupku. Jadi aku membalas uluran tangannya yang terasa dingin di tanganku.

"Akhirnyaaa..., Susah banget cuma mau temenan juga. Apalagi pacaran." desahnya tak terlalu lega.

"Jangan banyak mimpi." kataku datar.

Dan kami memang berteman. Benar-benar berteman. Ternyata berteman tak seburuk itu, dan Fira tak terlalu buruk dijadikan teman. Dia pendengar yang baik, dia juga tak pernah mencampuri urusan pribadiku. Sejauh ini intinya dia menjadi teman yang baik.
Dan dia juga..., manis. Aku menggeleng dengan pikiranku barusan.

"Hayo lo, ngapain geleng-geleng kayak orang ayan? Mikir yang nggak-nggak ya?" Fira tiba-tiba saja berada di sampingku dan mengambil buku di tanganku yang memang sedang kubaca. Oh ya, aku berada di halaman kampus akan segera pulang.

"Sok tau lo. Balikin buku gue!" kataku sambil mengulurkan tangan.

"Ambil kalau bisa." Fira berlari membawa bukuku menjauh, dan memutar badan saat hampir sampai di gerbang, berjalan mundur sambil melambai-lambaikan buku itu di udara.

Biar kuberitahu. Fira itu usil. Dan menyebalkan. Juga menyenangkan. Astaga.

"Fira, bukunya!" pintaku menggertak. Kupercepat langkah menyusulnya.

Dia tersenyum manis, tak ada sirat menggoda sama sekali, "Ambil sini dong. Nih, gue kasih kalau ke sini." ucapnya senang. Langkah mundurnya melewati gerbang.

Deg. Aku cemas begitu saja.

"Fira, berhenti di sana!" ucapku sambil berlari. Tapi dia tak berhenti, dia dengan kaki nakalnya tetap berjalan mundur masih tersenyum lebar.

"Gak mau!"

"Fira, kalau lo gak...," aku membeku. Di sana, dari arah kanan, sebuah mobil melaju kencang. Ke arahnya.

Tolong... Jangan...

Tuhan... Aku baru saja memilikinya...

Deg! Deg!

Aku melesat berlari hendak menghampiri Fira, "Fira, berhenti gue bilang! FIRA!!"

Dan aku terlambat.

Buku di tangannya melayang di udara. Badannya dihantam kuat oleh mobil itu, kemudian terlempar jauh menimbulkan bunyi benturan keras. Seketika saja darah menggenangi jalan dan aku berlari sambil berteriak kesetanan. Aku sampai di tempatnya terbaring di jalan, di tengah kerumunan. Lututku melemas dan aku jatuh bersimpuh di sisinya. Dengan tangan gemetar aku mengangkat kepalanya ke pangkuanku. Wajahnya bersimbah darah namun matanya masih sedikit terbuka.

"Fira.." lirihku, "Lo kuat kan? Kita ke rumah sakit, oke?" kataku pelan.

Bisa kudengar orang-orang berbisik untuk memanggil ambulance.

"R-Ren...," Fira terbatuk, keluar darah dari mulutnya. Kemudian dia tersenyum lemah, perlahan tapi pasti matanya mulai menutup.

"Fir, Fira! Jangan main-main Fir! Lo tau ini gak lucu. FIRA!!" teriakku panik, jantungku seakan berhenti berdetak untuk kemudian berdetak lebih cepat.

"FIR! FIRA! BANGUN FIR! FIRA, BANGUN GUE BILANG!!" aku menepuk pipinya berharap dia membuka mata lagi, tapi nihil. Matanya tetap terpejam, semakin rapat. Hei, cairan hangat apa ini? Kenapa tiba-tiba membasahi pipiku?

"Fira...," kupeluk dia erat-erat, karena aku tahu, ini saat pertama sekaligus terakhir kali aku memeluknya.

***

Hei, adakah yang mau berbaik hati membangunkanku dari mimpi buruk ini?

Kalian tidak akan tahu bagaimana rasanya jadi aku. Hanya bisa berdiri dalam kebekuan dan kebisuan, mati rasa. Tak bisa mendekat walaupun satu langkah. Aku takut, aku takut ini benar-benar nyata kalau Fira benar-benar meninggalkanku. Kalau aku tak bisa melihat dia lagi. Kalau aku tak bisa mendengar suaranya lagi. Kalau aku benar-benar kehilangannya. Kalau dia telah pergi.

Tapi timbunan tanah merah di depan sana menjadi bukti kalau ini bukan mimpi buruk seperti yang kuharapkan. Fira meninggalkanku, selamanya. Tanpa sempat aku meminta maaf, mengatakan penyesalanku dan mengatakan isi hatiku kalau aku..., aku mencintainya. Mencintai dia yang tak mungkin lagi aku miliki. Teman pertamaku dan cinta pertamaku.

Tuhan, mengapa di saat aku memiliki sebuah cahaya harapan, aku justru dihadapkan pada kenyataan yang begitu pahit? Mengapa saat aku mulai mencintai justru yang kucintai pergi dari hidupku? Mengapa saat aku memiliki seseorang yang begitu berharga bagiku, justru aku harus kehilangannya? Tak bolehkah aku egois dengan meminta padaMu untuk menahan cintaku di sisiku?

Nafira namanya. Gadis keras kepala yang kuinginkan pergi dari hidupku kini benar-benar pergi. Tapi bukan pergi seperti ini yang kuinginkan. Aku ingin dia pergi, ke tempat yang masih ada aku di dalamnya. Sejauh apapun itu asal aku masih bisa menjangkaunya. Bukan..., seperti ini.

[SELESAI]

Gone On My Another Blog 

Jumat, 07 April 2017

NFirda - Perkenalan

Hai semua, ada yang tahu siapa aku? Gak ada? Kok gak ada sih? Hm, gak papa. Aku cuma perempuan biasa dan aku memang gak terkenal kok, jadi kalian gak perlu sedih gara-gara gak kenal aku. Sedihlah untuk hal yang bermanfaat--mulai melenceng, hhh...

Back to topic, ya!

Aku pengguna baru dan ini adalah posting pertamaku. Ceritanya nih aku mau kenalan sama kalian-kalian pengguna situs ini, biar bisa berteman dan makin akrab ke depannya. Aku seorang perempuan mendekati kepala dua. Aku berasal dari salah satu daerah di Jawa Timur. Hobiku menulis. Aku mulai memiliki hobi itu tiga tahun yang lalu saat aku masih SMP. Sebelumya, aku gabung di MWB, WBID (jarang aktif) dan juga wattpad (aktif). Mmm..., apa lagi ya? Kupikir itu saja informasi pribadiku karena aku yakin info yang lebih banyak akan membuat kalian bosan.

Berhubung hobiku adalah menulis, jadi blog ini sebagian besar akan berisi tulisan berupa cerpen, cerbung, puisi, essai dan informasi lain-lain. Bagi yang berkenan silakan ikuti blog ini dan berikan komentar kalian di setiap postinganku. Komentar berupa kritik yang membangun atau saran, akan sangat aku hargai. Bukan berarti komentar dalam bentuk lain tidak kuhargai loh ya, kuhargai semua kok asal masih tergolong sopan. Jadi jangan segan memberi komentar meski tidak panjang. Dengan begitu aku bisa tahu kalau kalian sudah hadir dan membaca apa yang kutulis. Itu sudah cukup kok buatku. Jangan khawatir, aku juga akan berkomentar dan mengikuti blog milik kalian bila kalian menginginkannya. Dan, isi buku tamu juga ya, jangan lupa.

Nah, itu saja sedikit perkenalanku pada posting pertama ini. Kupikir kalian tidak akan meninggalkan postingan ini tanpa memperkenalkan diri juga, bukan? Setidaknya tinggalkanlah jejak kalian di kolom komentar #maksa :D


Salam kenal,
Avicennav

A/N:
Visit my another blog:

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...