Selasa, 07 November 2017

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending)



Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika mendapati foto Hanna bersama seorang lelaki berambut coklat gelap. Lelaki itu tampan, dan sepertinya Hanna sangat senang di foto itu. Istrinya tersenyum lebar.

Sampai hari ini Hanna masih tidak bisa dihubungi. Bian membuang napas gusar. Perkataan Doni tentang laki-laki lain mengusik benaknya. Mungkinkah?

Tidak, Hanna-nya bukan gadis seperti itu. Hanna hanya bisa 'nakal' padanya. Tidak kepada yang lain. Ya, seharusnya begitu.

Bian meletakkan smartphone-nya. Ia mengambil handuk dan pergi mandi. Usai mandi dan berpakaian, ia melihat smartphone-nya lagi. Ada dua panggilan video tak terjawab pada whatsapp-nya dari Hanna, ia segera mem-video call balik.

Panggilan dijawab tidak sampai dua detik. Wajah segar Hanna terlihat di layar smartphone Bian.

“Kak—”

“Dari mana aja kamu?” Bian menyela, terlalu tajam hingga membuat Hanna tertegun lama.

“Hanna, cepatlah.” suara lain terdengar.

“Siapa itu? Kamu mengundang laki-laki lain ke tempatmu?”

Hanna menatap Bian lantas menghela napas, “Kakak kok marah sih? Aku—”

“Kakak serius, Hanna. Jangan main-main kali ini. Siapa laki-laki itu? Pacar kamu?”

“Kak!” Hanna menjerit tertahan, “kok nuduh aku gitu sih? Kakak tau aku gak mungkin selingkuh!”

Sorot mata Bian menajam, “Gimana Kakak bisa percaya kalau Kakak udah lihat foto kamu sama laki-laki lain, Hanna? Dan sekarang ada suara laki-laki di tempatmu. Laki-laki yang sama kan dengan yang di foto? Mau ke mana kalian? Hotel? Tidur bersama? Kenapa gak di situ aja?” cecarnya beruntun. Semua perkataan itu membuat Hanna tersakiti.

“Kakak lagi emosi, hubungin aku lagi nanti ya?” pinta gadis itu melirih.

“Jangan coba-coba matiin sambungan, Hanna. Atau Kakak gak akan hubungin kamu lagi.” ancam Bian dengan suara rendah.

“Aku tunggu telepon Kakak nanti. Dah,”

Bian menghempaskan smartphone-nya ke kasur. Dadanya panas sekali rasanya. Ia terbakar api cemburu.

Selepas panggilan video itu Hanna matikan, ia membuang napas berat. Kalimat Bian tersirat makna bahwa dirinya perempuan rendahan. Salahnya memang mengunggah foto itu hanya karena kesal kepada Bian. Ia akan meminta maaf, nanti ketika emosi Bian sudah stabil. Sekarang, ia bersama Jayden dan Jihan yang sudah menunggu di luar akan pergi mencari referensi untuk tugas membuat jurnal.

Tapi keegoisan mereka masing-masing membuat baik Bian atau pun Hanna tidak berinisiatif untuk menghubungi lebih dulu. Keduanya memilih menumpuk emosi dan rindunya masing-masing. Hari ini ujian semester Hanna berakhir, Hanna berpikir untuk langsung pulang ke flat-nya daripada pergi jalan-jalan seperti yang Jihan usulkan.

Oh, Hanna tidak mau menjadi nyamuk di antara dua sejoli yang baru saja meresmikan hubungan dengan bertunangan itu.

Di dalam kamar, Hanna menimang smartphone-nya. Seharusnya dalam beberapa hari ke depan Bian akan datang menemuinya. Tapi sampai sekarang, suaminya itu masih belum memberinya kabar juga.

Mendengar pintu flat-nya diketuk, Hanna berdiri dan membukanya. Ia membeku. Di depannya kini berdiri seseorang yang selalu dipikirkannya. Albian Mahesa.

Bian melangkah masuk lantas menutup pintu dengan kakinya. Tas punggungnya ia jatuhkan, untuk kemudian kedua lengannya memerangkap Hanna dan mencium gadis itu tanpa jeda. Menumpahkan semua emosinya dalam ciuman menggebunya.

Hanna tergeragap namun dengan cepat menguasai diri. Ia memegang rahang Bian untuk kemudian mengalungkan lengan di leher lelaki itu. Dilumatnya bibir atas Bian ketika lelaki itu sibuk dengan bibir bawahnya. Ciuman itu melembut untuk kemudian terhenti. Menyisakan panas membara di bibir Hanna. Gadis itu merengut melihat tatapan Bian masih saja tajam.

“Kangen,” ucapnya manja seraya merebahkan kepala di dada Bian. Ia memutar-mutar kancing kemeja Bian untuk kemudian melepasnya satu per satu.

“Kakak, kok diem?”

Bian menghela napas, ia menanggalkan kemejanya setelah semua kancingnya dilepas oleh Hanna.

“Jayden cuma temen. Dia udah tunangan malah, Kak. Kakak tuh yang selingkuh dari aku.”

“Kamu tau Kakak sayang banget sama kamu, Dek. Maafin Kakak ya?”

Hanna menggeleng, pelupuk matanya memproduksi air mata dengan cepat. Perkataan terakhir Bian yang menunjukkan kalau Hanna tidak lebih dari perempuan kotor sangat menyakiti gadis itu. Tapi ia tidak menangis. Ia baru berani menangis hari ini ketika ada Bian bersamanya.

“Maaf.” Bian menghalau air mata gadis itu, namun tetap saja air mata itu menganak sungai.

“Nggak dimaafin.”

Bian menghela gadis itu ke pelukannya, “Kok nggak? Perempuan itu juga temen, Sayang. Bukan Kakak juga yang ngunggah, tapi Doni.”

“Bohong.”

“Kakak nggak pernah bohong sama kamu. Maafin ya?”

Hanna tetap menggeleng, tidak mau memaafkan. Kesalahan Bian sudah mengoyak hatinya. Tapi, salahnya juga sih....

“Ya udah, kalau gak mau maafin. Kakak tau kamu kecewa banget. Tapi jangan nangis lagi dong.”

“Dimaafin kok.” Hanna berucap lirih. “maafin aku juga.”

“Selalu, Sayang.” Bian mendongakkan kepala Hanna. Dikecupnya jejak air mata di pipi gadis itu seraya disekanya lembut. Di atas bibir Hanna, ia menyarangkan kecupan ringan. Hal itu juga ia lakukan di leher Hanna.

“Kak, aku belum mandi.”

“Mandi bareng aja nanti.”

Bian mendorong Hanna terlentang di kasur dengan setengah menindih gadis itu. Ia membuka sepatu yang gadis itu kenakan, lantas melarikan jemari ke betisnya. Ia menatap Hanna, menyeringai. Jemarinya terus membelai ke paha Hanna, tanpa membuang waktu ia melepaskan celana dalam gadis itu. Hanna yang memakai rok memudahkannya melakukan hal itu.

Ketika tangannya menyentuh milik Hanna, gadis itu mendorongnya. Hanna menduduki bagian tubuhnya yang mengeras dengan cepat. Gadis itu menunduk dan menciumi dadanya. Hanna bahkan dengan berani menggigit putingnya. Membuatnya menahan erangan di tenggorokan.

Hanna beralih ke leher Bian. Ketika mendongak, ia tersenyum nakal. Ia menunduk lagi, mencium Bian tepat di bibir. Satu tangannya bergerak ke bawah. Melepas kancing jeans Bian dan menurunkan resletingnya.

“Dek,” Bian mengerang lambat. Ia menyusupkan tangan ke balik kaos Hanna, hendak mengangkatnya ke atas ketika bel pintu berbunyi. Hanna langsung melompat turun dari tempat tidur dan berlari ke pintu.

Bian menghela napas gusar. Ia memperbaiki posisi celananya kemudian menyusul Hanna ke pintu. Disergapnya tubuh gadis itu dari belakang. Ia menumpukan dagu di pundak Hanna, menatap tak suka pada lelaki yang ada di foto. Ia cemburu terlepas dari kenyataan bahwa lelaki itu telah bertunangan.

“Aku mengganggumu, ya?” Jayden mengerling kepada Hanna.

“Ya.” Bian menjawab dingin.

“Kak!”

Bian menghela napas, ia menghidu aroma khas Hanna melalui rambut gadis itu.

“Ya sudah, aku pulang dulu. Selamat bersenang-senang, Hanna.”

Ketika pintu ditutup, Bian langsung menyandarkan Hanna di sana. Ia melepas kaos Hanna berikut bra yang gadis itu pakai.

“Kakak gak sopan tadi.”

“Kakak gak peduli.” Bian mencium bibirnya. Kedua tangannya meremas buah dada Hanna. “Roknya ganggu, Sayang.” bisiknya di sela ciumannya.

“Lepasin dong.”

Bian mengerang, antara jengkel dan nikmat saat Hanna tiba-tiba berlutut di depannya. Ia tak mau berlama-lama, langsung menanggalkan celananya.

Hanna memegang milik Bian. Ia menatap benda hidup itu takjub. Tidak menyangka bahwa di dalam celananya, Bian menyembunyikan benda itu.

“Dek—hh,”

Hanna melakukan hal yang membuat Bian linglungsekaligus kebingungan.

“Dek, kamu, ahh.. belajar dari mana?” Bian mengepalkan tangan di rambut Hanna. Ia menahan kepala gadis itu dan membawanya berdiri. Bukan mulut gadis itu yang ia inginkan saat ini.

“Belajar dari mana?”

“Nonton.” jawab Hanna luar biasa santai.

Bian menghela napas, “Jangan nonton film itu lagi, oke?” ia hanya khawatir otak Hanna tercemar.

Bagaimana kalau saat ia tak ada, Hanna malah mencari lelaki lain hanya karena tak bisa menahan diri setelah menonton film itu? Dan, Bian cemburu mengetahui bahwa bukan dirinya lelaki telanjang pertama yang dilihat Hanna.

“Kak, roknya katanya ganggu?”

Bian menatap gadis itu lalu terkekeh. Ia menurunkan rok Hanna. Dengan cepat ia menggendong gadis itu dan meletakkannya di kasur. Ia melebarkan paha Hanna, menempatkan diri di antara keduanya.

“Kamu siap kan, Dek?”

Hanna mengecup bibir Bian, “Aku gak bisa nunggu lagi.” bisiknya nakal.

“Sayang, ingatkan Kakak buat ngasih bibir nakal kamu hukuman nanti.” Bian mengarahkan miliknya.

Hanna menggelinjang, “Kakk,” ia merengek.

Bian mengarahkan miliknya, ia menahan pinggul Hanna lantas menyatukan diri dalam satu hentakan.

“Kak!” tubuh Hanna menegang. “kok sakit? Di film nggak.” protesnya cemberut guna menetralkan diri.

“Beda, Sayang.” Bian mengecup sudut mata Hanna yang berair. Tentu saja sakit, ini yang pertama untuk Hanna. Berbeda dengan di film. Dan ini juga baru baginya. Tapi, di dalam Hanna terasa menyenangkan.

Bian menggerakkan pinggulnya. Keluar dan masuk dengan hentakan konstan. Membuat Hanna yang awalnya meringis menjadi melenguh.

Hanna memeluk leher Bian. Desahannya terus mengalun.

Mengiringi gerakannya, Bian menandai istrinya dengan gigi di lehernya. Kedua tungkai gadis itu memeluk pinggulnya. Dadanya membusung tinggi, membuat Bian mengulumnya tanpa ampun.

Hanna melenguh nikmat. Ia meremas rambut lebat Bian. Pinggulnya bergerak selaras dengan gerakan lelaki itu yang naik turun menghujamnya kuat. Detik itu pinggulnya terangkat, ia mendesah panjang menyerahkan diri pada gulungan klimaks yang keras.

Bian masih bergerak. Ia mengubur wajah hingga geramannya teredam di ceruk leher Hanna. Tubuhnya ambruk di atas tubuh hadis itu.

“Makasih, Sayang.” Bian mengecup permukaan leher Hanna dengan lembut.

“Hmm,” Hanna menggumam sebagai balasan. Ia merebahkan kepala dengan malas di dada Bian. Oh, itu tadi sungguh hebat. Pengalaman pertama yang akan selalu Hanna ingat.

Bian mengusap lengan Hanna, sesekali mengecup puncak kepala gadis itu. Kini tanggung jawabnya semakin berat. Bukan tidak mungkin Hanna akan hamil. Selain Hanna, akan ada beberapa bocah mungil di antara mereka yang menuntut perhatiannya. Ia tak sabar untuk menunggu saat itu tiba.

Bersama Hanna, Bian telah menemukan kebahagiaannya. Kepada dirinya ia berjanji, bahwa ia akan berusaha untuk menciptakan keluarga yang harmonis. Menjadi suami yang baik untuk Hanna dan ayah yang baik untuk anak-anak mereka.

—SELESAI—

Khusus ebook yang bisa dibeli di playstore >> playbook ada chapter bonusnya yaaa :) 
Download ebook My Step Brother di sini

My Melody (LGS#2) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...