NOT FOR UNDERAGE
WARNING: 21+
WARNING: 21+
Menjelang tengah malam
Rexan baru kembali ke apartemennya setelah mendatangi rapat di luar kota
yang membahas kerja sama baru perusahaannya dengan perusahaan asing. Ia
tak bertemu Elsa sejak tadi pagi, hanya mendengar suara gadis itu
melalui telepon. Rexan bisa saja mendatanginya sekarang untuk mengobati
rindunya, tapi kemudian ia berpikir mungkin Elsa sudah terlelap dan ia
tak mau mengganggunya.
Hei, sejak kapan Rexan
peduli dengan ketenangan orang lain? Jawabannya sejak ia mencintai gadis
itu. Ia merasa perlu menjaga gadis itu, mengetahui apa saja yang gadis
itu lakukan dan berteman dengan siapa saja gadis itu. Poin terakhir
adalah karena Rexan tak mau Elsa berteman dengan seorang lelaki,
setidaknya seorang lelaki yang juga mengincar gadis itu. Elsa adalah
miliknya seorang. Tidak ada yang bisa mengganggu gugatnya.
Rexan menyipitkan mata
begitu melihat sesosok tubuh meringkuk di sofa panjang di ruang tamu.
Tanpa pikir panjang Rexan membawa tubuh mungil itu ke dadanya dan
membopongnya ke kamar. Gadis itu menggeliat kecil lalu kembali meringkuk
nyaman setelah Rexan menyelimutinya. Rexan mengulum senyum senangnya
sebelum beranjak ke kamar mandi. Elsa sebelum malam ini tak pernah
sekalipun mau berada di apartemennya seorang diri. Entah apa alasannya
Rexan tak tahu. Tak lama kemudian badannya sudah segar. Ia hanya memakai
boxer hitam dan kaos oblong putihnya. Posisi Elsa masih sama seperti
sebelum ia mandi, gadis itu memang tak banyak bergerak ketika tidur.
Rexan berjalan ke ruang
tamu ketika mendengar derit ponsel, yang ternyata milik Elsa. Gadis itu
meletakkan ponselnya di meja. Hanya pesan singkat tak penting dari Kenia
yang meminta Elsa datang pagi untuk memberinya contekan. Karena sampai
larut malam seperti ini Kenia belum berhasil menyelesaikan pekerjaan
rumahnya. Rexan pun kembali ke kamarnya dan berbaring di sebelah Elsa.
Perlahan ia membawa gadis itu ke pelukannya dan memberinya kecupan di
kening. Dengan Elsa di dekapannya, Rexan pun terlelap.
Ketika pagi menjelang,
Elsa membuka mata. Tanpa perlu bertanya atau kebingungan ia tahu dirinya
sedang berada di mana. Di kamar Rexan tentunya. Semalam ia mendadak
merasakan rindu yang besar terhadap Rexan, makanya ia mendatangi
apartemen lelaki itu. Mulanya ia hanya akan menunggu Rexan pulang lalu
kembali ke apartemennya sendiri. Tapi ternyata duduk di sofa dengan
wangi Rexan yang nyaman membuatnya tertidur begitu saja. Elsa menutup
lagi matanya saat secara tidak sengaja menangkap pergerakan Rexan keluar
dari kamar mandi hanya dengan handuk silver yang melilit pinggang.
Beberapa bulan bersama Rexan membuat Elsa mempelajari banyak hal tentang
lelaki itu. Termasuk kebiasaannya ketika sehabis mandi yang tak
langsung berpakaian. Membuat Elsa panas dingin jika melihatnya secara
langsung.
Rexan dengan tenang
mengurung Elsa dengan menumpukan kedua sikunya di sisi kiri dan kanan
Elsa. Ia tersenyum melihat mata gadis itu semakin tertutup rapat. Ujung
rambut basahnya menyentuh kening Elsa karena ia semakin menunduk
menghapus jarak mereka.
"Breath, baby.." bisik Rexan di depan bibir Elsa yang sedikit terbuka.
Elsa melepaskan napasnya
sembari membuka mata, menyerah. Rexan tersenyum menang karenanya.
Secara tiba-tiba Rexan menyerang Elsa dengan ciuman di bibir. Gadis itu
tergeragap mengikuti. Ketika ciuman mereka terlepas, Elsa terengah
sementara Rexan beralih menyerang leher jenjang gadis itu. Rexan
menyingkap selimut Elsa dan setengah menindihnya. Mencari posisi yang
tepat demi mendengar desahan Elsa. Satu tangannya merayap ke punggung
Elsa, membuka pengait bra dan menurunkan cupnya. Dari balik kaos yang
masih gadisnya kenakan, ia mengulum putingnya. Membasahi kaos Elsa
dengan salivanya.
"R-Rexx.. hh.." Elsa melengkungkan punggungnya.
Napas Rexan yang
memberat membelai kulit Elsa yang mendadak menjadi sensitif. Gadis itu
melenguh. Gigitan demi gigitan yang lembut bersarang satu per satu di
permukaan leher dan pundaknya. Sesuatu yang seperti mengaduk perutnya
membuat Elsa meronta, mulai menghindar dari serangan panas Rexan.
"Els," Rexan menegur parau. Lidahnya kini menjelajah telinga Elsa.
"Rex.. mu-mual!"
Rexan terpaku dalam
posisinya. Secepat kilat ia membawa Elsa duduk. Benar, bibir gadis itu
memutih. Elsa menutup mulutnya dengan telapak tangan dan berusaha
berlari ke kamar mandi dengan kaki lemasnya. Pengaruh perbuatan Rexan
masih melekat di tubuhnya. Segera saja Rexan mengikuti Elsa, menopang
tubuh gadis itu ketika selesai memuntahkan cairan bening dari mulutnya.
Dengan telaten Rexan mengelap bibir Elsa menggunakan tisu.
"Kamu melewatkan makan
malammu?" suara Rexan meski beroktaf rendah namun tetap tajam. Ia
mendudukkan Elsa bersandar ke kepala dipan.
Begitulah dugaan Rexan
melihat Elsa tak memuntahkan apapun kecuali cairan. Gadis itu pastilah
melewatkan makan malamnya. Keterdiaman Elsa membuat Rexan makin yakin.
Ingin marah tapi tak tega. Kesalahannya juga lupa memperingati Elsa
karena terlalu sibuk. Biasanya memang dirinya selalu mengirim pesan atau
menelepon dengan ancaman agar Elsa tak melewatkan makannya.
"Aku akan berpakaian dan membuat sesuatu yang bisa kamu makan. Kamu tak usah sekolah hari ini." putusnya dengan nada final.
Elsa memandang Rexan
melalui bulu matanya ketika lelaki itu beranjak. Ia menghela napas
pelan. Tak ada niat sama sekali untuk membantah perkataan Rexan.
Lagipula sekarang ia pusing dan merasa tak bertenaga sama sekali.
Mungkin memang akibat dari tak adanya asupan karbohidrat sama sekali di
tubuhnya makanya kondisinya down. Elsa beranjak ke kamar mandi, mandi
sebentar dan memakai kaos lengan panjang berikut celana olahraga pendek
milik Rexan.
Rexan membuatkan Elsa
semangkuk besar sup jagung. Lelaki itu mematikan kompor dan menuang sup
kentalnya ke mangkuk yang telah ia siapkan. Ia menghampiri Elsa yang
sudah duduk manis di kursi makannya.
"Kenapa kamu keluar kamar?"
"Aku hanya mual Rexan,
bukannya patah kaki. Kenapa aku harus diam di kamar?" Elsa mencicipi
makanannya dan tersenyum senang. Dengan lahap ia menyuapkan sup itu ke
mulutnya.
Rexan yang tak ingin
mengganggu sesi sarapan Elsa hanya diam. Melihat Elsa yang hampir
menandaskan isi mangkuknya membuatnya senang. Tak biasanya Elsa mau
menghabiskan makannya tanpa dipaksa.
"Kamu tidak berangkat kerja?"
"Tidak." Rexan menjawab
singkat sambil menyorongkan segelas air putih ke hadapan Elsa. Tatapan
Rexan masih tajam seperti biasa tapi tanpa bayang menakutkan. Namun
begitu tetap saja membuat Elsa merona dan salah tingkah. Di dalam mata
itu Elsa melihat banyak hal yang didominasi oleh.. gairah.
"Aku akan kembali ke kamar.. dan beristirahat." Elsa menggumam pelan.
Rexan mengikuti Elsa
dengan jarak yang begitu dekat. Aroma tubuh gadis itu seperti aromanya,
Elsa menggunakan sabun mandi dan juga shamponya. Dan mengenakan
pakaiannya. Elsa terlihat begitu seksi di mata Rexan. Rexan tak pernah
menemukan libidonya tak menanjak tiap berada di depan Elsa.
Elsa meraih gagang pintu
dan Rexan meraih pinggang gadis itu, membekukan geraknya. Rexan maju
selangkah sambil menarik Elsa mundur membentur tubuhnya. Ia menunduk dan
membenamkan wajah di perpotongan pundak dan leher Elsa. Tanpa membuang
waktu Rexan meloloskan celana yang melekat di tubuh Elsa. Gadis itu
tanpa pakaian dalam tentu saja.
"Rexan.."
Kaos Elsa pun telah
raib. Rexan tak mengulur waktu segera menelanjangi dirinya sendiri. Ia
membalikkan tubuh Elsa dan menyandarkannya ke dinding di samping pintu.
Sebelah tungkai Elsa ia lingkarkan di pinggangnya dan dibenamkannya
kejantanannya di liang Elsa yang sudah siap menerimanya.
"Ohh.. Ya Tuhan.. kamu terburu-buru sekali.." desah Elsa memprotes.
"Dan kamu menikmatinya Els. Kamu menyukai milikku berada di dalammu."
Pinggul Rexan terus
bergerak menghentak Elsa ke dinding sedang tangan dan bibirnya tak bisa
tinggal diam. Ia mencium Elsa, meraba tubuh gadis itu, meremas payudara
dan bokongnya juga sesekali mengusap klitnya. Membuat desahan Elsa
semakin mengencang. Elsa mengalungkan lengan di leher Rexan ketika
tubuhnya terangkat. Rexan membawa Elsa ke pangkuannya, duduk di ruang
tamu.
"Bergerak, sayang."
Elsa melakukannya.
Mengangkat pinggul dan menurunkannya dengan hentakan. Kejantanan Rexan
tenggelam semakin dalam, serasa membentur mulut rahimnya.
"Aahh Rex.. Rexan.."
Rexan menyusu di puting
gadis itu, menghisapnya dengan kuat setelah mengulumnya. Ia memberi
jilatan di belahan dada Elsa, berputar mengikuti lingkar payudaranya
yang semakin berisi. Dinding vagina Elsa ia rasakan berkedut. Karenanya,
ia mulai mengambil kendali. Ia menghempaskan Elsa ke sofa, di bawahnya
dan mulai memompanya. Membuat Elsa mengerang nikmat.
"A-aku.. ahh.. Lagi.. Lagi.."
Rexan memberinya lagi,
"Bersamaku, sayang. Berikan padaku." ia merengkuh Elsa setelah beberapa
kali hentakan keras dan dalam. Kejantanannya ia biarkan berdenyut di
dalam Elsa, menggabungkan cairan mereka di sana.
"Ahh.. hh.. hhh.."
"Ah sayang," Rexan
mengeluarkan dirinya, mengusapkan sisa cairan di ujung kejantanannya ke
sepanjang vagina Elsa yang mulus. Ia mendudukkan dirinya bersandar dan
Elsa beringsut ke pelukannya. Bermanja di dadanya.
"Kamu tidak memakai pengamannya lagi."
"Aku sudah tidak mempunyainya, Els. Benda itu tak penting lagi, kan?"
"Itu penting." Elsa melanjutkan dengan lirih, "Aku tak mau hamil di usia muda.."
Rexan mengecup puncak
kepala gadis itu, mendongakkannya dan mengecup keningnya. "Tidak ada
yang perlu kamu takuti Els. Aku menjagamu. Percaya padaku."
Elsa melepas napas pelan. "Ya.."
***
Next: Beautiful Desire - 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)