Selasa, 03 Oktober 2017

Beautiful Desire - 13

NOT FOR UNDERAGE
WARNING: 21+


Menjelang tengah malam Rexan baru kembali ke apartemennya setelah mendatangi rapat di luar kota yang membahas kerja sama baru perusahaannya dengan perusahaan asing. Ia tak bertemu Elsa sejak tadi pagi, hanya mendengar suara gadis itu melalui telepon. Rexan bisa saja mendatanginya sekarang untuk mengobati rindunya, tapi kemudian ia berpikir mungkin Elsa sudah terlelap dan ia tak mau mengganggunya.

Hei, sejak kapan Rexan peduli dengan ketenangan orang lain? Jawabannya sejak ia mencintai gadis itu. Ia merasa perlu menjaga gadis itu, mengetahui apa saja yang gadis itu lakukan dan berteman dengan siapa saja gadis itu. Poin terakhir adalah karena Rexan tak mau Elsa berteman dengan seorang lelaki, setidaknya seorang lelaki yang juga mengincar gadis itu. Elsa adalah miliknya seorang. Tidak ada yang bisa mengganggu gugatnya.

Rexan menyipitkan mata begitu melihat sesosok tubuh meringkuk di sofa panjang di ruang tamu. Tanpa pikir panjang Rexan membawa tubuh mungil itu ke dadanya dan membopongnya ke kamar. Gadis itu menggeliat kecil lalu kembali meringkuk nyaman setelah Rexan menyelimutinya. Rexan mengulum senyum senangnya sebelum beranjak ke kamar mandi. Elsa sebelum malam ini tak pernah sekalipun mau berada di apartemennya seorang diri. Entah apa alasannya Rexan tak tahu. Tak lama kemudian badannya sudah segar. Ia hanya memakai boxer hitam dan kaos oblong putihnya. Posisi Elsa masih sama seperti sebelum ia mandi, gadis itu memang tak banyak bergerak ketika tidur.

Rexan berjalan ke ruang tamu ketika mendengar derit ponsel, yang ternyata milik Elsa. Gadis itu meletakkan ponselnya di meja. Hanya pesan singkat tak penting dari Kenia yang meminta Elsa datang pagi untuk memberinya contekan. Karena sampai larut malam seperti ini Kenia belum berhasil menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Rexan pun kembali ke kamarnya dan berbaring di sebelah Elsa. Perlahan ia membawa gadis itu ke pelukannya dan memberinya kecupan di kening. Dengan Elsa di dekapannya, Rexan pun terlelap.

Ketika pagi menjelang, Elsa membuka mata. Tanpa perlu bertanya atau kebingungan ia tahu dirinya sedang berada di mana. Di kamar Rexan tentunya. Semalam ia mendadak merasakan rindu yang besar terhadap Rexan, makanya ia mendatangi apartemen lelaki itu. Mulanya ia hanya akan menunggu Rexan pulang lalu kembali ke apartemennya sendiri. Tapi ternyata duduk di sofa dengan wangi Rexan yang nyaman membuatnya tertidur begitu saja. Elsa menutup lagi matanya saat secara tidak sengaja menangkap pergerakan Rexan keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk silver yang melilit pinggang. Beberapa bulan bersama Rexan membuat Elsa mempelajari banyak hal tentang lelaki itu. Termasuk kebiasaannya ketika sehabis mandi yang tak langsung berpakaian. Membuat Elsa panas dingin jika melihatnya secara langsung.

Rexan dengan tenang mengurung Elsa dengan menumpukan kedua sikunya di sisi kiri dan kanan Elsa. Ia tersenyum melihat mata gadis itu semakin tertutup rapat. Ujung rambut basahnya menyentuh kening Elsa karena ia semakin menunduk menghapus jarak mereka.

"Breath, baby.." bisik Rexan di depan bibir Elsa yang sedikit terbuka.

Elsa melepaskan napasnya sembari membuka mata, menyerah. Rexan tersenyum menang karenanya. Secara tiba-tiba Rexan menyerang Elsa dengan ciuman di bibir. Gadis itu tergeragap mengikuti. Ketika ciuman mereka terlepas, Elsa terengah sementara Rexan beralih menyerang leher jenjang gadis itu. Rexan menyingkap selimut Elsa dan setengah menindihnya. Mencari posisi yang tepat demi mendengar desahan Elsa. Satu tangannya merayap ke punggung Elsa, membuka pengait bra dan menurunkan cupnya. Dari balik kaos yang masih gadisnya kenakan, ia mengulum putingnya. Membasahi kaos Elsa dengan salivanya.

"R-Rexx.. hh.." Elsa melengkungkan punggungnya.

Napas Rexan yang memberat membelai kulit Elsa yang mendadak menjadi sensitif. Gadis itu melenguh. Gigitan demi gigitan yang lembut bersarang satu per satu di permukaan leher dan pundaknya. Sesuatu yang seperti mengaduk perutnya membuat Elsa meronta, mulai menghindar dari serangan panas Rexan.

"Els," Rexan menegur parau. Lidahnya kini menjelajah telinga Elsa.

"Rex.. mu-mual!"

Rexan terpaku dalam posisinya. Secepat kilat ia membawa Elsa duduk. Benar, bibir gadis itu memutih. Elsa menutup mulutnya dengan telapak tangan dan berusaha berlari ke kamar mandi dengan kaki lemasnya. Pengaruh perbuatan Rexan masih melekat di tubuhnya. Segera saja Rexan mengikuti Elsa, menopang tubuh gadis itu ketika selesai memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Dengan telaten Rexan mengelap bibir Elsa menggunakan tisu.

"Kamu melewatkan makan malammu?" suara Rexan meski beroktaf rendah namun tetap tajam. Ia mendudukkan Elsa bersandar ke kepala dipan.

Begitulah dugaan Rexan melihat Elsa tak memuntahkan apapun kecuali cairan. Gadis itu pastilah melewatkan makan malamnya. Keterdiaman Elsa membuat Rexan makin yakin. Ingin marah tapi tak tega. Kesalahannya juga lupa memperingati Elsa karena terlalu sibuk. Biasanya memang dirinya selalu mengirim pesan atau menelepon dengan ancaman agar Elsa tak melewatkan makannya.

"Aku akan berpakaian dan membuat sesuatu yang bisa kamu makan. Kamu tak usah sekolah hari ini." putusnya dengan nada final.

Elsa memandang Rexan melalui bulu matanya ketika lelaki itu beranjak. Ia menghela napas pelan. Tak ada niat sama sekali untuk membantah perkataan Rexan. Lagipula sekarang ia pusing dan merasa tak bertenaga sama sekali. Mungkin memang akibat dari tak adanya asupan karbohidrat sama sekali di tubuhnya makanya kondisinya down. Elsa beranjak ke kamar mandi, mandi sebentar dan memakai kaos lengan panjang berikut celana olahraga pendek milik Rexan.

Rexan membuatkan Elsa semangkuk besar sup jagung. Lelaki itu mematikan kompor dan menuang sup kentalnya ke mangkuk yang telah ia siapkan. Ia menghampiri Elsa yang sudah duduk manis di kursi makannya.

"Kenapa kamu keluar kamar?"

"Aku hanya mual Rexan, bukannya patah kaki. Kenapa aku harus diam di kamar?" Elsa mencicipi makanannya dan tersenyum senang. Dengan lahap ia menyuapkan sup itu ke mulutnya.

Rexan yang tak ingin mengganggu sesi sarapan Elsa hanya diam. Melihat Elsa yang hampir menandaskan isi mangkuknya membuatnya senang. Tak biasanya Elsa mau menghabiskan makannya tanpa dipaksa.

"Kamu tidak berangkat kerja?"

"Tidak." Rexan menjawab singkat sambil menyorongkan segelas air putih ke hadapan Elsa. Tatapan Rexan masih tajam seperti biasa tapi tanpa bayang menakutkan. Namun begitu tetap saja membuat Elsa merona dan salah tingkah. Di dalam mata itu Elsa melihat banyak hal yang didominasi oleh.. gairah.

"Aku akan kembali ke kamar.. dan beristirahat." Elsa menggumam pelan.

Rexan mengikuti Elsa dengan jarak yang begitu dekat. Aroma tubuh gadis itu seperti aromanya, Elsa menggunakan sabun mandi dan juga shamponya. Dan mengenakan pakaiannya. Elsa terlihat begitu seksi di mata Rexan. Rexan tak pernah menemukan libidonya tak menanjak tiap berada di depan Elsa.

Elsa meraih gagang pintu dan Rexan meraih pinggang gadis itu, membekukan geraknya. Rexan maju selangkah sambil menarik Elsa mundur membentur tubuhnya. Ia menunduk dan membenamkan wajah di perpotongan pundak dan leher Elsa. Tanpa membuang waktu Rexan meloloskan celana yang melekat di tubuh Elsa. Gadis itu tanpa pakaian dalam tentu saja.

"Rexan.."

Kaos Elsa pun telah raib. Rexan tak mengulur waktu segera menelanjangi dirinya sendiri. Ia membalikkan tubuh Elsa dan menyandarkannya ke dinding di samping pintu. Sebelah tungkai Elsa ia lingkarkan di pinggangnya dan dibenamkannya kejantanannya di liang Elsa yang sudah siap menerimanya.

"Ohh.. Ya Tuhan.. kamu terburu-buru sekali.." desah Elsa memprotes.

"Dan kamu menikmatinya Els. Kamu menyukai milikku berada di dalammu."

Pinggul Rexan terus bergerak menghentak Elsa ke dinding sedang tangan dan bibirnya tak bisa tinggal diam. Ia mencium Elsa, meraba tubuh gadis itu, meremas payudara dan bokongnya juga sesekali mengusap klitnya. Membuat desahan Elsa semakin mengencang. Elsa mengalungkan lengan di leher Rexan ketika tubuhnya terangkat. Rexan membawa Elsa ke pangkuannya, duduk di ruang tamu.

"Bergerak, sayang."

Elsa melakukannya. Mengangkat pinggul dan menurunkannya dengan hentakan. Kejantanan Rexan tenggelam semakin dalam, serasa membentur mulut rahimnya.

"Aahh Rex.. Rexan.."

Rexan menyusu di puting gadis itu, menghisapnya dengan kuat setelah mengulumnya. Ia memberi jilatan di belahan dada Elsa, berputar mengikuti lingkar payudaranya yang semakin berisi. Dinding vagina Elsa ia rasakan berkedut. Karenanya, ia mulai mengambil kendali. Ia menghempaskan Elsa ke sofa, di bawahnya dan mulai memompanya. Membuat Elsa mengerang nikmat.

"A-aku.. ahh.. Lagi.. Lagi.."

Rexan memberinya lagi, "Bersamaku, sayang. Berikan padaku." ia merengkuh Elsa setelah beberapa kali hentakan keras dan dalam. Kejantanannya ia biarkan berdenyut di dalam Elsa, menggabungkan cairan mereka di sana.

"Ahh.. hh.. hhh.."

"Ah sayang," Rexan mengeluarkan dirinya, mengusapkan sisa cairan di ujung kejantanannya ke sepanjang vagina Elsa yang mulus. Ia mendudukkan dirinya bersandar dan Elsa beringsut ke pelukannya. Bermanja di dadanya.

"Kamu tidak memakai pengamannya lagi."

"Aku sudah tidak mempunyainya, Els. Benda itu tak penting lagi, kan?"

"Itu penting." Elsa melanjutkan dengan lirih, "Aku tak mau hamil di usia muda.."

Rexan mengecup puncak kepala gadis itu, mendongakkannya dan mengecup keningnya. "Tidak ada yang perlu kamu takuti Els. Aku menjagamu. Percaya padaku."

Elsa melepas napas pelan. "Ya.."

***


Next: Beautiful Desire - 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...