Selasa, 07 November 2017

Aries - Chapter 4



Chapter 4 - Sesak



“Gue butuh saran dari kalian.” ujar Aries serius kepada dua sahabatnya.
“Apa?” Leo yang menyahut lebih dulu. Virgo berhenti mengetik sesuatu di laptopnya.
“Begini. Gue pernah hampir bertunangan dulu, tapi gagal karena gadis itu menolak. Padahal hubungan kami baik-baik saja.”
Virgo nampak tertarik, “Lalu?”  
“Lalu sekarang gadis itu kembali, ada di rumah Ibu. Gue nggak mau dia pergi lagi.”
Leo membaca bahwa gadis itulah yang menjadi sumber keanehan Aries akhir-akhir ini. Yang dimaksud aneh adalah, Aries yang tak bisa melewatkan waktu tanpa perempuan kini tak lagi terlihat bersama dengan perempuan manapun.
“Ada hubungan apa kalian sebelumnya?” Leo bertanya.
Aries tercenung, lalu menggeleng, “Tidak ada.”
Virgo melirik Leo sebelum menjelaskan, “Begini, Ries. Kalian gagal bertunangan itu ada dua kemungkinan. Yang pertama, karena gadis itu tidak punya perasaan apapun sama lo. Dan yang kedua adalah adanya sesuatu yang membuat gadis itu menolak.”
“Dan jika yang terpakai adalah alasan yang pertama, maka untuk mendapatkan gadis itu, lo harus mendapatkan hatinya. Sebelum itu, lo pastikan dulu perasaan lo padanya.” Leo menyambung penjelasan.
“Gue yakin dia sayang sama gue dulu. Dan mungkin sampai sekarang.”
“Kalau memang begitu, kenapa nggak dari dulu lo perjuangin dia?” pertanyaan itu Leo suarakan seperti Aries adalah lelaki aneh.
“Karena dia terus menghindar. Ditambah lagi keluarganya pindah ke Jakarta. Gue nggak punya kesempatan lebih jauh lagi.”
“Dan apa alasan yang membuat dia menghindar?” kejar Virgo menuntut jawaban. Oh, dia akan bersemangat bila itu untuk kebaikan sahabatnya.
“Karena kami gagal bertunangan?” Aries balik bertanya ragu, “Gue nggak tahu pasti.”
“Begini saja. Lo kan player. Jadi kenapa lo nggak manfaatkan hal itu untuk mendapatkannya?”
Atas saran Leo tersebut, Aries termenung. Ia memang player. Tapi kelebihan itu hanya untuk meniduri perempuan. Sementara Ivy, gadis itu jauh lebih berharga hanya untuk dijadikan teman tidur.
“Kalau lo butuh waktu, gunakan liburan ini. Lo pulang, urusan distro biar kami yang menanganinya.” Virgo menambahkan sekaligus menutup pembicaraan malam itu.
***
Aries benar-benar pulang. Niat awalnya memang ingin menetap saja di rumah ibunya. Namun ia juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola distro.
“Mas Aries pulang lagi?” Ivy yang membuka pintu tidak dapat menyembunyikan keheranannya.
Aries yang sekilas melihat Miftah di ruang tamu langsung merasa marah. “Kenapa? Ini rumahku.” ia berkata dingin.
Ivy menghela napas, “Aku tahu. Maaf kalau salah tanya.”
Gadis itu meninggalkan Aries di ambang pintu. Aries mengepalkan tangan. Sedekat apa sebenarnya hubungan gadis itu dengan Miftah? Aries semakin emosi mengetahui bahwa ibunya sedang pergi. Artinya, sebelum ia datang tadi, Ivy dan Miftah hanya berdua kan? Apapun bisa saja sudah terjadi antara mereka! Sial!
Aries berderap menuju kamarnya di lantai dua. Suara berdebam pintu yang dibantingnya membuat Ivy terlonjak.
“Aneh.” gadis itu menggumam.
Miftah tersenyum miring, tahu bahwa dirinya penyebab kemarahan Aries. Umur saja bertambah, mana kedewasaan lelaki itu? Batinnya mulai mencibir.
Sementara itu Aries mondar-mandir di dalam kamar. Apa yang harus ia lakukan untuk menjauhkan Ivy dari lelaki itu? Ia mengacak rambut gusar. Ivy dan Miftah tidak boleh dibiarkan berdua saja. Cepat-cepat Aries turun dari kamarnya ke lantai satu. Matanya menajam melihat Miftah yang mengecup pipi Ivy di ambang pintu. Dan Ivy nampak biasa-biasa saja diperlakukan seperti itu, malah tertawa senang.
Miftah menatap Aries remeh. Ia mengusap kepala Ivy lembut. “Kalau ada apa-apa, kamu tahu ke mana harus mencariku.”
“Iya,” Ivy tersenyum, ia mendorong Miftah ke motor lelaki itu, “Sana pulang.  Nanti kemalaman.”
Ivy menunggu sampai motor Miftah hilang dari pandangannya sebelum kemudian ia masuk ke rumah. Ia sangat terkejut saat menutup pintu kemudian berbalik dan Aries sudah berdiri menjulang di hadapannya.
“Ada hubungan apa kamu dengan lelaki itu?”
“Teman.” Ivy menggeser kakinya untuk pergi, tetapi Aries menahan pundaknya dan menyandarkannya ke pintu.
“Tidak ada teman yang berciuman dan tidur bersama, Ivy.” balas Aries dingin.
Ivy kehilangan kata-kata, “Apa maksud Mas?”
“Jangan mengelak, Ivy.” Aries mencengkram pundak mungil itu, “Aku sudah tahu semuanya. Aku tidak menyangka kamu semurah itu.”
“Jaga omongan kamu, Mas!” Ivy tak bisa menutupi perasaan tersinggungnya, “Lepaskan aku.” lanjutnya tak kalah dingin.
Aries menatap gadis itu tajam, ia kemudian berdecih. Terlalu marah untuk berpikir positif. Ia tidak tahu bahwa sikapnya melukai gadis itu.
“Jadi ini alasan kamu menolak perjodohan kita dulu? Karena kamu tidak ingin terikat. Ingin bertualang dari satu lelaki ke lelaki lain.”
Oh, Aries. Bukankah itu dirimu? Batin Aries mengejek dirinya sendiri. Namun ia tak peduli.
Ivy memandang lelaki itu tak percaya, “Serendah itu penilaian kamu terhadapku, Mas?”
“Perilaku kamu dengan lelaki itu mencerminkan semuanya!” Aries menggeram.
Ivy menarik napasnya yang tersendat di dada. Ia menepis tangan Aries yang menyakiti pundaknya. Tanpa kata-kata ia meninggalkan lelaki itu. Aries yang merasa masih ingin berbicara pun mengejar gadis itu.
“Aku belum selesai bicara.”
“Terserah apa yang akan kamu katakan, Mas. Aku nggak peduli.”
“Karena yang kukatakan adalah kebenaran.”
Ivy membalik badan, menatap Aries nyalang. “Kalau pun benar aku sudah tidur dengan Miftah dan lelaki lain, apa urusanmu, hah?! Ini hidupku. Jadi tolong jangan mencampurinya.” ia berkata penuh penekanan di kalimat terakhirnya.
Tak bisa mengendalikan kemarahan atas kebenaran ucapan Ivy, Aries meninju dinding. Membuat Ivy yang berdiri di hadapannya menarik napas tajam terkesiap. Gadis itu memundurkan langkah mendapati betapa gelapnya ekspresi Aries.
“Karena kamu membenarkan semuanya, aku ingin tahu seberapa hebat kamu di tempat tidur.” lelaki itu bergerak mendekat bak predator.
Ivy salah karena kabur ke kamarnya. Sebab Aries bergerak gesit menyusulnya dan di sanalah ia sekarang. Di bawah tindihan lelaki yang tengah dikuasai amarah itu.
“Mas, aku ... akan menjelaskannya.”
“Menjelaskan apa? Kalau sudah banyak lelaki yang kamu layani? Aku percaya.”
Ivy menggeleng lemah, “Aku nggak nyangka, dari sekian banyak orang, akhirnya kamu lagi yang menyakitiku.”
“Apa yang kamu sebut menyakiti, Ivanka?” Aries tersenyum sinis, ia menggenggam rahang Ivy dan menyatukan bibir mereka sepersekian detik, “Aku bisa lebih hebat untuk memuaskanmu dibanding si brengsek itu.”
Ivy mengatupkan bibirnya. Matanya sudah panas. Air matanya yang siap tumpah benar-benar meleleh ketika Aries menciumnya beringas. Lansung saja ia meronta. Ia terisak tetapi Aries tidak mau melepaskannya.
Aries menggigit kasar bibir Ivy yang tertutup rapat. Anyir darah yang menguasai mulutnya tidak ia hiraukan. Tangannya menyusup ke balik pakaian Ivy, segera menjamah bagian lembut di dada gadis itu.
Ivy memukul lelaki itu. Pukulan yang kian melemah sampai berakhir pada cengkraman di pundak Aries. Ia tidak bisa lebih sakit dari ini. Pelecehan yang Aries lakukan menggores lukanya yang belum sembuh.
Gadis itu tersedak tangisnya sendiri. Karena itulah Aries berhenti. Ia menatap wajah yang banjir air mata itu tajam.
“Aku tidak mau rumah ibuku ternoda karena perilaku kamu. Jika kamu masih bersikap seenaknya seperti tadi, lebih baik kamu pergi saja dari sini. Aku tak sudi ibuku tinggal dengan gadis seperti kamu.”
Ivy memalingkan wajah. Sama sekali tidak ingin Aries melihat luka di matanya. Oh, ia terluka. Ia sakit hati. Ketika Aries pergi, ia membekap mulutnya sendiri. Air matanya terus mengalir.
Aries, lelaki yang pernah dicintainya. Lelaki yang melambungkan harapnya kemudian menjatuhkannya ke titik terendah. Lelaki yang telah berkhianat. Lelaki yang kini menyakitinya lagi.
Ini terlalu tiba-tiba. Ivy bahkan tak sempat memproses alasan dari kemarahan Aries. Ivy sudah hancur, hancur berkeping-keping karena orang yang sama. Ia tahu Aries adalah player. Sudah sejak lama ia tahu. Namun hatinya tak bisa berkompromi. Ia jatuh cinta sejatuh-jatuhnya.
Ivy memakan mentah-mentah rayuan lelaki itu kepadanya. Semua pujian dari lelaki itu membuatnya bahagia. Bahkan Ivy tidak berpikir untuk menolak saat Aries menciumnya untuk pertama kali.
Mereka dijodohkan, tanggal pertunangan telah ditentukan. Ivy bahagia, itu sudah pasti. Tetapi hal itu tak berlangsung lama. Ia melihat Aries tidur dengan perempuan lain di rumah ini. Itulah sebab mengapa ia membatalkan perjodohan itu secara sepihak.
Saat Aries tanpa merasa bersalah dengan bermain api di belakangnya, tidak ada yang Ivy pikirkan selain lelaki itu tidaklah tepat untuknya. Dan hari ini Aries membuktikan bahwa lelaki itu memang tidak ditakdirkan untuknya-tidak ada benang takdir yang bisa menyatukan mereka.
Ivy menelan paksa tangisnya. Tiada guna lagi ia menangis. Air mata tidak akan mengembalikan kondisi hatinya seperti semula. Ia teringat lagi perkataan Aries.
Serendah itu penilaian lelaki itu kepadanya. Padahal Ivy sudah menjaga diri, menjaga hati. Demi kebaikannya ... demi kesetiaan cinta yang tetap ada meski dulu Aries berkhianat.
Sampai beberapa menit yang lalu ia masih percaya bahwa ia bisa mengobati hatinya. Tapi saat ini, untuk sembuh sepertinya sangat mustahil. Karena orang yang ia harapkan untuk kembali, justru adalah yang paling kejam menyakitinya.
Ivy memejamkan mata, berharap sesak di dadanya sedikit saja berkurang. Baik, baik bila itu yang Aries inginkan. Ia akan mengikuti kemauan lelaki itu.
lll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...