Selasa, 07 November 2017

Aries - Chapter 5

Ebook lengkap:
Aries
My Melody (LGS#2)



Chapter 5 - Pergi

“Kenapa? Kamu nggak nyaman di sini, Vy?” adalah pertanyaan pertama Mira ketika tahu-tahu saja Ivy berpamitan untuk pergi.
“Bukan begitu, Tan. Ivy cuma mau tinggal di tempat yang lebih dekat dengan kampus. Agar setelah masuk nanti, Ivy nggak perlu naik kendaraan lebih jauh.”
Mira menatap gadis itu tak setuju, “Mama kamu akan marah kalau Tante membiarkan kamu pergi.”
Mamanya menitipkannya kepada Mira. Tentu Mira merasa bertanggungjawab untuk menjaganya. Ivy tersenyum kecut. Ia ingin tinggal namun tidak bisa.
“Nanti Ivy yang tanggung jawab kalau Mama marah.” ujarnya bercanda.
“Kamu serius, Vy? Tapi kamu mau berjanji kan, untuk memberi Tante kabar?”
“Iya, Tante.” Ivy tersenyum kecil. Ia bersyukur karena Aries saat itu tidak ada. Jadi setelah mendapat izin, ia langsung menyeret kopernya menuju taksi online yang sudah ia pesan.
Ivy duduk di dalam taksi itu. Ia menoleh ke arah rumah yang sudah menaunginya sebulan belakangan. Tante Mira masih berdiri di depan rumah. Dari belakang tubuh perempuan itu, Aries berlari. Sebelum ia menangis lagi, segera disuruhnya si supir untuk melajukan taksinya. Di dalam hati membisikkan kata selamat tinggal kepada Aries. Kepada lelaki yang menginginkan kepergiannya.
“Mau ke mana dia, Bu?”
Mira masih melongok melihat taksi yang membawa Ivy pergi, kemudian perempuan itu menyahut ringan, “Pindah.”
Aries mengekori sang ibu, “Pindah? Kenapa?”
“Supaya lebih dekat dengan kampus katanya.”
Tidak, bukan itu alasannya. Gadis itu pasti pergi karena menuruti perkataan Aries. Yang berarti bahwa memang benar Ivy adalah gadis ber-attitude buruk yang bersembunyi di balik kepolosan ekspresi di wajah cantiknya.
“Dia pindah ke mana, Bu?”
Mira memberitahukan alamat baru Ivy kepada putranya. Selepas itu, ia berbalik untuk bertanya mengapa Aries nampak gusar ketika berbicara. Tetapi putranya sudah pergi, menaiki tangga dan terburu-buru turun lagi dengan kunci motor di tangan.
“Mau ke mana kamu, Ries?”
“Ada urusan sebentar, Bu.” Lelaki itu menjawabnya tanpa menghentikan langkah. Tidak lama setelahnya ia sudah berada di jalan raya. Dengan kecepatan motornya, ia bisa menyusul taksi yang membawa Ivy. Taksi itu berhenti di lampu merah. Aries berhenti di sebelahnya, ia mengetuk kaca jenIvy taksi itu.
Ivy hanya menoleh, gadis itu tidak menghiraukan karena selanjutnya ia kembali menatap ke depan. Aries melepas napas gusar. Sebelum ia mengetuk kaca jenIvy taksi itu lagi, lampu lalu lintas sudah menyala hijau.
Aries terus mengikuti ke mana taksi itu pergi. Taksi itu berhenti di depan wilayah gedung penginapan. Aries memelankan laju motornya, melihat Ivy yang turun dari taksi dan disambut oleh Miftah. Jadi gadis itu berencana untuk tinggal dengan Miftah? Oh, harusnya Aries tahu. Harusnya ia tidak perlu mencemaskan gadis itu.
Cemas?
Sial! Mengapa ia harus cemas? Toh, Ivy sudah memilih jalannya sendiri. Daripada cemas, alangkah lebih baiknya bila ia kembali hidup seperti dulu. Bersenang-senang dan memuaskan diri dengan banyak wanita seperti Ivy.
Aries mulai membenci gadis itu. Mengapa Ivy berubah menjadi gadis berperilaku buruk? Mengapa gadis itu dengan mudah membenarkan tuduhannya? Mengapa gadis itu memperjelas tuduhannya dengan tinggal seatap bersama Miftah?
Siapa pun tahu apa saja yang bisa dilakukan oleh dua orang manusia dewasa berbeda jenis jika berada di satu ruangan yang sama.
Sialan Ivy!
Gadis itu berhasil membuat Aries marah-marah tak jelas sepanjang hari. Aries meninju cermin di kamarnya sebagai pelampiasan amarah yang sulit tersalurkan. Ia tak terima. Dulu Ivy menggagalkan perjodohan mereka dengan alasan yang sampai saat ini tidak Aries ketahui. Lalu sekarang, gadis itu kembali hanya untuk memberinya harapan lalu pergi lagi.
“Arrrggggh!!”
Aries berteriak nyalang. Mira yang mendengarnya dari lantai bawah segera menyusul ke atas dan mengetuk kamar sang putra. Aries terlihat emosional tadi, ia khawatir sesuatu yang buruk telah terjadi kepada putranya itu.
“Ries, ada apa? Buka pintunya.” Mira mengetuk pintu itu beberapa kali. Hal yang sama ia lakukan tetapi Aries tak kunjung menjawab.
Aries menetralkan deru napasnya yang berkejaran. Cermin yang retak menampilkan dirinya dengan mata merah dan berair, rahang terkatup rapat juga tatapan menghunus tajam.
“Ries, ada apa?”
“Tidak ada apa-apa, Bu.” Jawabnya berusaha terkendali, “Aku hanya tak sengaja memecahkan vas bunga.”
Suara ibunya tidak terdengar lagi. Aries memejamkan mata, meresapi perih yang berasal dari pecahan kaca yang tertancap pada luka di buku-buku jarinya. Sekarang ia punya alasan untuk tidak percaya akan cinta lagi.
***
“Harga sewanya tidak terlalu mahal.” Beritahu Miftah kepada gadis yang sedang mengedarkan pandangan ke sepenjuru rumah kontrakan yang dicarikannya.
Miftah sudah menawarkan supaya Ivy tinggal bersamanya di apartemen. Namun gadis itu menolak, dan meminta tolong untuk dicarikan rumah kontrakan sederhana yang dekat dengan kawasan kampus di mana mereka akan segera memulai kuliah.
Sebenarnya, Ivy lebih dari mampu untuk menyewa atau bahkan membeli satu unit apartemen untuk ditinggalinya. Orang tua gadis itu bukanlah berasal dari kalangan menengah ke bawah. Tetapi Ivy adalah Ivy. Ivanka Ristya tidak pernah mengedepankan soal harta. Gadis itu terlalu sederhana.
“Ini cukup, terimakasih. Nindy akan cemburu kalau tahu kamu sebegini perhatian padaku.” Gadis itu mengerling jahil.
Miftah mendengus malas. Nindy adalah kekasihnya sejak dua tahun yang lalu. Gadis itu sungguh baik dan bisa mengerti bagaimana Miftah. Mereka bertiga akan kuliah di kampus yang sama, hanya saja Nindy belum berangkat dari Jakarta.
Persahabatan sejati antara lelaki dan perempuan terealisasi oleh Ivy dan Miftah. Nindy yang statusnya sebagai kekasih Miftah saja kagumdengan keduanya. Tentu saja tak jarang gadis itu merasa cemburu akan perhatian Miftah yang seolah terbagi. Lucunya, ketika cemburu Nindy akan mengutarakannya secara langsung, baik kepada Miftah ataupun Ivy.
Ah, Miftah tidak akan pernah melepaskan gadis itu dari sisinya. Selesai sarjana nanti, ia akan segera membawa gadis itu ke pelaminan.
“Kangen ya?” Ivy mencolek lengan Miftah yang segera tersenyum tipis.
“Kamu baik-baik saja kan, Vy?” tanyanya memastikan.
Ivy menghela napas berat, gadis itu duduk di tepi tempat tidur kecil di sana, “Nggak. Pokoknya, kamu gak boleh biarin Mas Aries menemuiku lagi.”
Miftah memegang lehernya dan meringis. Ia ingat kemarahan Aries tempo hari yang sampai mencekik lehernya ketika ia mendustai lelaki itu tetang hubungannya dengan Ivy. Hei, jangan salahkan dirinya. Ia hanya ingin tahu seberapa dalam perasaan lelaki itu kepada sahabatnya.
“Aku pikir kamu mencintainya.”
“Dulu.”
“Kamu tahu, kamu hanya perlu menjelaskan, Vy. Aku lihat dia juga mencintai kamu.”
“Apa yang bisa aku jelaskan pada orang yang gak mau percaya lagi padaku? Dia sudah terlanjur menganggapku buruk. Jadi, biarkan saja. Mungkin ini memang cara Tuhan untuk menunjukkan padaku bahwa dia bukan untukku.” Ivy mengatakannya dengan nada pasrah diikuti senyum tipisnya yang mengambang.
“Aku akan membantumu menjelaskannya. Ini juga salahku.”
“Nggak.” Ivy menggeleng, “Biarkan saja semuanya seperti ini. Aku sudah malas menghadapi Mas Aries yang egois.”
Ivy bertekat untuk membiarkan segalanya berlalu begitu saja. Jika nanti Aries sadar bahwa lelaki itu telah membuatnya terluka, ia ingin melihat bagaimana cara Aries untuk bertanggungjawab. Jika Aries ingin menjelaskan tentang perbuatannya di masa lalu, maka Ivy akan mendengarkan. Ia tidak seperti Aries yang gegabah dan bersikap serampangan dalam menilai sesuatu. Walau pun realitanya hatinya sudah sakit, asal tidak disakiti lagi, Ivy masih bisa untuk sekedar memaafkan.
lll
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...