NOT FOR UNDERAGE
Berat. Elsa mengerucutkan bibirnya. Tega sekali Miss Lauren menyuruhnya membawa setumpuk buku tugas milik anak-anak satu kelas ke ruang guru yang terletak di lantai dua. Di sekolahnya ini, terdapat tiga gedung megah. Gedung utara untuk kelas ekstrakurikuler, gedung barat untuk kelas IPA dan gedung timur untuk kelas IPS. Di antara gedung barat dan timur terdapat lapangan basket dan lapangan sepak bola yang menyatu.
Kelas Elsa, X IPA 3
berada di lantai satu karena gedung IPA dan IPS masing-masing memiliki
tiga lantai dengan lima kelas per lantai. Kelas sepuluh terletak di
lantai pertama disusul kelas sebelas di lantai dua dan kelas dua belas
di lantai tiga. Di tiap-tiap lantai disediakan kantin khusus untuk
ketiga kelas. Untuk naik ke lantai dua atau tiga pun tidak perlu
bersusah payah menaiki tangga karena ada lift sebagai perantaranya.
Tapi, meskipun sudah menggunakan lift, Elsa tetap saja kesal karena ia
harus berjalan melalui koridor panjang dan melelahkan.
Akhirnya Elsa sampai di
depan pintu ruang guru. Ia mengetuk pintu itu susah payah karena beban
di kedua tangannya. Bodoh. Elsa menggerutu. Tentu saja tak ada yang
menjawab, jam pelajaran sedang berlangsung dan semua guru tengah
mengajar. Itu artinya ruang guru sedang kosong saat ini.
Didorongnya
pintu itu terbuka lalu menyelip masuk. Ia tercengang melihat betapa
mewahnya ruang guru. Di dalam ruang guru itu ternyata ada ruangan lagi
untuk tiap-tiap guru. Intinya, setiap guru mempunyai satu ruangan
sendiri di ruangan itu.
Elsa memasuki ruangan
yang bertuliskan nama Miss Lauren lalu meletakkan buku di tangannya di
meja guru bahasa Inggrisnya itu. Kemudian segera melangkah keluar dari
ruangan itu.
"Ahh.."
Kaki Elsa berhenti
melangkah. Gadis itu menoleh ke arah ruangan bertuliskan nama Rexan
Abimanyu, ia mendekat ke pintu ruangan itu lalu terdiam.
"Ohh.. Fastee... rhh.."
Elsa menggigit bibir
bawahnya ragu. Apakah itu..? Ah tidak-tidak. Tidak mungkin di sekolah
ada perbuatan seperti itu kan? Maka, untuk membuktikannya, Elsa meraih
handel pintu dan mendorongnya. Hanya untuk mendapati seorang lelaki
dewasa yang sialan tampan tengah--ugh, menyetubuhi seorang gadis
berseragam dengan jari-jarinya.
Lelaki itu, Rexan
Abimanyu menarik jarinya dari liang si gadis yang segera membereskan
pakaiannya lalu terburu-buru pergi, tak lupa dengan memberikan Elsa
tatapan benci. Rexan mengelap jarinya dengan tisu lalu menatap Elsa yang
berdiri kaku dengan tajam.
Tersadar, Elsa menundukkan kepalanya takut. "Ma-maaf.."
Rexan mendekat lalu menganggat dagu Elsa dengan tangan kanannya. "Namamu?"
Elsa berjengit, tanpa sadar memundurkan tubuhnya satu langkah. "E-Elsa.."
Rexan tersenyum miring. "Bersikap bijaklah Elsa. Sekarang pergi." usirnya halus namun tajam.
Tanpa menunggu lama lagi
Elsa memutar badan dan melangkah cepat menuju kelasnya. Rexan tak bisa
menahan senyum gelinya melihat Elsa yang tergopoh-gopoh meninggalkan
ruangannya. Gadis itu bodoh sekali dengan mengganggu aktivitas panasnya
bersama Velin, mangsa barunya. Padahal Rexan sudah mengincar tubuh Velin
sejak dulu, dan saat akan mendapatkannya langsung raib begitu saja
gara-gara tindakan bodoh Elsa. Oh, gadis itu harus bertanggung jawab
tentu saja.
Elsa.
Nama itu Rexan gumamkan
beberapa kali. Nama dari pemilik tubuh mungil nan menggoda yang tadi
sedikit menyapa matanya. Tidak mungkin. Rexan menggeram, tidak mungkin
ia tertarik begitu saja dengan Elsa. Tapi, ditilik dari reaksinya saat
menatap Elsa pertama kali tadi yang langsung membuatnya berpikiran liar
tentang gadis itu tak bisa memungkiri kalau dirinya memang tertarik.
Sangat tertarik untuk membawanya ke ranjangnya dan merasakan sempitnya
liang gadis itu mengapit miliknya. Uh-oh, sialan. Miliknya sepertinya
juga tak sabar menunggu hal itu.
Rexan menyisir rambut
coklatnya menggunakan jemarinya guna menenangkan diri. Diambilnya
keperluan mengajarnya dan menuju kelas yang beruntung mendapat jam
pelajarannya.
Murid-murid perempuan
terdengar terkesiap bersamaan sebelum menjadi ramai melihat Rexan
memasuki kelas dengan langkah tegasnya. Sudah biasa. Rexan sudah
terbiasa mendapat reaksi seperti itu dari kelas yang baru pertama kali
diajarnya. Wajar saja, Rexan Abimanyu dengan segala pesonanya sanggup
membuat seisi kelas yang didominasi gadis-gadis remaja menatapnya kagum.
Wajahnya setampan dewa Yunani, tubuh tinggi tegap dengan mata yang
menyorot tajam. Adakah yang tak terpesona?
Ada.
Rexan melihat gadis yang
duduk di bangku paling kanan nomor dua dari depan. Mencorat-coret buku
di meja dan sama sekali tak peduli dengan kehadirannya, atau mungkin tak
sadar dengan mencoba tak peduli terhadap yang terjadi di sekitarnya.
Ketika Rexan membuka suara dengan memperkenalkan diri, barulah gadis itu
mendongak. Menatapnya seperti orang bodoh.
Oh ya ampun. Rexan sangat tergoda untuk melumat bibir gadis itu yang sekarang sedikit terbuka karena terkejut.
"..dan saya tidak mau ada yang sibuk dengan dunianya sendiri selama saya mengajar."
Elsa ingin bumi menelannya saat ini juga agar tak perlu bertemu dengan pemilik mata tajam itu.
"Benar-benar arogan."
Diam-diam Elsa membenarkan gumaman Kenia. Rupanya ada juga yang tak menyukai kehadiran Rexan di kelas selain dirinya.
Suasana belajar
berlangsung menyenangkan bagi mereka yang menyukai Rexan. Dan tidak bagi
Elsa yang detik demi detiknya semakin merasa mengecil karena tatapan
Rexan yang berkali-kali menghujam tepat di matanya. Desah napas lega
benar-benar Elsa hembuskan saat bel panjang tanda semua jam pelajaran
usai berdering nyaring bagai alunan nyanyian malaikat yang mendayu
lembut, menyelamatkan Elsa dari keadaan yang membuatnya tak bisa
berkutik.
Setelah merapikan buku
dan alat tulisnya, Elsa pun berdiri dan berjalan dalam diam keluar kelas
setelah lebih dulu berbasa-basi dengan Kenia.
Jam sudah menunjukkan
pukul tiga lewat lima menit ketika Elsa sampai di apartementnya. Ia
membuka lemari pendingin, berniat mengambil minuman dingin untuk
menyegarkan tenggorokannya yang kering. Wajahnya berubah keruh ketika
melihat tak ada apapun di kulkas kecuali sebotol air mineral dan
sepiring puding coklat. Baru sadar dirinya belum mengisi kulkas sama
sekali sejak pertama kali mengisinya dua minggu lalu.
Akhirnya Elsa memuaskan
diri hanya dengan meminum air mineral saja. Sesudah mandi ia berjanji
akan berbelanja di lantai bawah dan memenuhi lemari pendinginnya dengan
berbagai macam kebutungan pangannya.
Dan Elsa benar-benar
merealisasikan janjinya. Setelah berpakaian santai, tanktop dilapisi
cardigan dan rok selutut yang mengembang berwarna biru pudar senada
tanktopnya, Elsa telah siap membelanjakan uang ayahnya
sebanyak-banyaknya.
Tapi setelah dipikir
lagi, Elsa mengurungkan niatnya menghabiskan uang ayahnya dengan
memenuhi isi kulkas. Ia memutuskan untuk membeli persediaan selama
seminggu saja. Jadi ia akan berbelanja setiap minggu. Ia membawa
trolinya ke meja kasir. Mengeluarkan uang pas dan melenggang sambil
menenteng tiga kantong belanjaan.
Lift terbuka dan Elsa tercengang melihat adegan di hadapannya. Ia segera menundukkan kepala dan menggumamkan kata maaf.
"Sampai kapan akan berdiri disitu?"
Elsa mendongak, tak lagi
menemukan wanita yang Rexan cumbu tadi. Hanya tinggal Rexan yang
berdiri menyandar di dinding lift dengan tatapan lurus ke arah Elsa.
"Cepatlah kalau kamu tidak mau pintu lift tertutup lagi."
Elsa merutuk
ketidakberuntungannya sore ini. Berdiri kaku di depan Rexan bukanlah hal
yang bagus saat tak ada orang lain di sekitarmu. Hembusan napas Rexan
terasa di puncak kepala Elsa, membuat gadis itu yakin kalau jaraknya
dengan Rexan begitu dekat.
Rexan tahu kalau dirinya
sudah gila. Ia seperti seorang pedofil yang tergila-gila terhadap
seorang gadis muda. Tapi itulah kenyataannya. Rexan ingin sekali
merengkuh tubuh mungil yang hanya setinggi dadanya itu. Membuainya dalam
pelukan hangatnya.
Rexan sudah akan
mengulurkan lengannya ketika pintu lift terbuka dan Elsa mengayun
langkah tanpa menoleh lagi. Ia mengumpat geram. Namun begitu, kakinya
mengikuti kemana kaki mungil Elsa pergi. Rexan mengernyit lalu tersenyum
licik mengetahui kalau penghuni baru apartement yang berhadapan dengan
apartementnya adalah Elsa. Ternyata tanpa diketahuinya, gadis itu sudah
berada begitu dekat dengannya.
"Elsa."
Mendengar namanya
disebut Elsa menelengkan kepala, "Ya?" ia tersentak kaget ketika
tubuhnya didorong masuk lalu dihimpit ke dinding oleh Rexan. Kantong
belanjaannya terjatuh dari tangannya bersamaan dengan pintu apartement
yang terkunci otomatis.
"A-ada apa?" tanya Elsa bingung bercampur kalut.
Rexan tahu kalau Elsa
sangat indah. Bola mata beriris biru safir dengan bulu mata lentik
dinaungi oleh sepasang alis yang melengkung cantik. Hidung mancung
dengan bibir sensual yang tak terlalu tebal juga tak terlalu tipis.
Leher bersih halus dan payudara yang masih dalam tahap pertumbuhan, juga
tungkai jenjang yang membuat Rexan membayangkan tungkai itu melingkari
pinggangnya di atas kasur. Elsa sungguh sangat indah dan sempurna di
matanya.
"Pak.." Elsa tercekat dengan tubuhnya yang dipeluk erat oleh Rexan.
"Tidak. Rexan saja.
Tanpa embel-embel apapun ketika kita di luar sekolah. Mengerti?" Rexan
bergumam parau di perpotongan pundak dan leher Elsa. Dalam sekejap saja
wangi tubuh Elsa memenuhi indra penciumannya. Aroma bunga mawar yang
menenangkan.
"B-baiklah. Tapi.. bisa
kamu lepaskan aku.. sekarang?" Elsa memohon. Terdengar seperti
permohonan untuk bercinta di telinga Rexan.
Elsa bergerak gelisah.
Ia tak mungkin salah kan mengartikan apa benda keras dan besar yang kini
menekan perutnya? Demi Tuhan! Elsa tak butuh melihatnya langsung untuk
tahu benda apa itu! Teman-teman sebayanya di Amerika bahkan sudah ada
yang pernah merasakannya. Yang katanya rasanya.. rasanya.. argh! Kenapa
Elsa jadi berpikiran kotor sekarang?!
Sebenarnya saat ini Elsa
tengah bingung dengan pola perilaku Rexan yang sangat mengejutkan.
Memeluk dirinya yang tak lain adalah muridnya yang baru dua kali
bertemunya. Apa artinya? Elsa bertanya-tanya dalam hati sementara Rexan
sudah mengurai pelukannya.
"Elsa."
Elsa mengerjap, "Ya?"
"Kamu mau membantuku?"
Elsa memiringkan kepala bertanya melalui gerakannya.
"Menidurkan juniorku."
Elsa membelalak ngeri dan menggeleng panik. Membuat Rexan tertawa lepas. Elsa polos sekali!
*****
Next: Beautiful Desire - 03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)