Selasa, 03 Oktober 2017

Beautiful Desire - 02

NOT FOR UNDERAGE


Berat. Elsa mengerucutkan bibirnya. Tega sekali Miss Lauren menyuruhnya membawa setumpuk buku tugas milik anak-anak satu kelas ke ruang guru yang terletak di lantai dua. Di sekolahnya ini, terdapat tiga gedung megah. Gedung utara untuk kelas ekstrakurikuler, gedung barat untuk kelas IPA dan gedung timur untuk kelas IPS. Di antara gedung barat dan timur terdapat lapangan basket dan lapangan sepak bola yang menyatu.

Kelas Elsa, X IPA 3 berada di lantai satu karena gedung IPA dan IPS masing-masing memiliki tiga lantai dengan lima kelas per lantai. Kelas sepuluh terletak di lantai pertama disusul kelas sebelas di lantai dua dan kelas dua belas di lantai tiga. Di tiap-tiap lantai disediakan kantin khusus untuk ketiga kelas. Untuk naik ke lantai dua atau tiga pun tidak perlu bersusah payah menaiki tangga karena ada lift sebagai perantaranya. Tapi, meskipun sudah menggunakan lift, Elsa tetap saja kesal karena ia harus berjalan melalui koridor panjang dan melelahkan.

Akhirnya Elsa sampai di depan pintu ruang guru. Ia mengetuk pintu itu susah payah karena beban di kedua tangannya. Bodoh. Elsa menggerutu. Tentu saja tak ada yang menjawab, jam pelajaran sedang berlangsung dan semua guru tengah mengajar. Itu artinya ruang guru sedang kosong saat ini. 

Didorongnya pintu itu terbuka lalu menyelip masuk. Ia tercengang melihat betapa mewahnya ruang guru. Di dalam ruang guru itu ternyata ada ruangan lagi untuk tiap-tiap guru. Intinya, setiap guru mempunyai satu ruangan sendiri di ruangan itu.

Elsa memasuki ruangan yang bertuliskan nama Miss Lauren lalu meletakkan buku di tangannya di meja guru bahasa Inggrisnya itu. Kemudian segera melangkah keluar dari ruangan itu.

"Ahh.."

Kaki Elsa berhenti melangkah. Gadis itu menoleh ke arah ruangan bertuliskan nama Rexan Abimanyu, ia mendekat ke pintu ruangan itu lalu terdiam.

"Ohh.. Fastee... rhh.."

Elsa menggigit bibir bawahnya ragu. Apakah itu..? Ah tidak-tidak. Tidak mungkin di sekolah ada perbuatan seperti itu kan? Maka, untuk membuktikannya, Elsa meraih handel pintu dan mendorongnya. Hanya untuk mendapati seorang lelaki dewasa yang sialan tampan tengah--ugh, menyetubuhi seorang gadis berseragam dengan jari-jarinya.

Lelaki itu, Rexan Abimanyu menarik jarinya dari liang si gadis yang segera membereskan pakaiannya lalu terburu-buru pergi, tak lupa dengan memberikan Elsa tatapan benci. Rexan mengelap jarinya dengan tisu lalu menatap Elsa yang berdiri kaku dengan tajam.

Tersadar, Elsa menundukkan kepalanya takut. "Ma-maaf.."

Rexan mendekat lalu menganggat dagu Elsa dengan tangan kanannya. "Namamu?"

Elsa berjengit, tanpa sadar memundurkan tubuhnya satu langkah. "E-Elsa.."

Rexan tersenyum miring. "Bersikap bijaklah Elsa. Sekarang pergi." usirnya halus namun tajam.

Tanpa menunggu lama lagi Elsa memutar badan dan melangkah cepat menuju kelasnya. Rexan tak bisa menahan senyum gelinya melihat Elsa yang tergopoh-gopoh meninggalkan ruangannya. Gadis itu bodoh sekali dengan mengganggu aktivitas panasnya bersama Velin, mangsa barunya. Padahal Rexan sudah mengincar tubuh Velin sejak dulu, dan saat akan mendapatkannya langsung raib begitu saja gara-gara tindakan bodoh Elsa. Oh, gadis itu harus bertanggung jawab tentu saja.

Elsa.

Nama itu Rexan gumamkan beberapa kali. Nama dari pemilik tubuh mungil nan menggoda yang tadi sedikit menyapa matanya. Tidak mungkin. Rexan menggeram, tidak mungkin ia tertarik begitu saja dengan Elsa. Tapi, ditilik dari reaksinya saat menatap Elsa pertama kali tadi yang langsung membuatnya berpikiran liar tentang gadis itu tak bisa memungkiri kalau dirinya memang tertarik. 
Sangat tertarik untuk membawanya ke ranjangnya dan merasakan sempitnya liang gadis itu mengapit miliknya. Uh-oh, sialan. Miliknya sepertinya juga tak sabar menunggu hal itu.

Rexan menyisir rambut coklatnya menggunakan jemarinya guna menenangkan diri. Diambilnya keperluan mengajarnya dan menuju kelas yang beruntung mendapat jam pelajarannya.

Murid-murid perempuan terdengar terkesiap bersamaan sebelum menjadi ramai melihat Rexan memasuki kelas dengan langkah tegasnya. Sudah biasa. Rexan sudah terbiasa mendapat reaksi seperti itu dari kelas yang baru pertama kali diajarnya. Wajar saja, Rexan Abimanyu dengan segala pesonanya sanggup membuat seisi kelas yang didominasi gadis-gadis remaja menatapnya kagum. Wajahnya setampan dewa Yunani, tubuh tinggi tegap dengan mata yang menyorot tajam. Adakah yang tak terpesona?

Ada.

Rexan melihat gadis yang duduk di bangku paling kanan nomor dua dari depan. Mencorat-coret buku di meja dan sama sekali tak peduli dengan kehadirannya, atau mungkin tak sadar dengan mencoba tak peduli terhadap yang terjadi di sekitarnya. Ketika Rexan membuka suara dengan memperkenalkan diri, barulah gadis itu mendongak. Menatapnya seperti orang bodoh.

Oh ya ampun. Rexan sangat tergoda untuk melumat bibir gadis itu yang sekarang sedikit terbuka karena terkejut.

"..dan saya tidak mau ada yang sibuk dengan dunianya sendiri selama saya mengajar."

Elsa ingin bumi menelannya saat ini juga agar tak perlu bertemu dengan pemilik mata tajam itu.

"Benar-benar arogan."

Diam-diam Elsa membenarkan gumaman Kenia. Rupanya ada juga yang tak menyukai kehadiran Rexan di kelas selain dirinya.

Suasana belajar berlangsung menyenangkan bagi mereka yang menyukai Rexan. Dan tidak bagi Elsa yang detik demi detiknya semakin merasa mengecil karena tatapan Rexan yang berkali-kali menghujam tepat di matanya. Desah napas lega benar-benar Elsa hembuskan saat bel panjang tanda semua jam pelajaran usai berdering nyaring bagai alunan nyanyian malaikat yang mendayu lembut, menyelamatkan Elsa dari keadaan yang membuatnya tak bisa berkutik.

Setelah merapikan buku dan alat tulisnya, Elsa pun berdiri dan berjalan dalam diam keluar kelas setelah lebih dulu berbasa-basi dengan Kenia.

Jam sudah menunjukkan pukul tiga lewat lima menit ketika Elsa sampai di apartementnya. Ia membuka lemari pendingin, berniat mengambil minuman dingin untuk menyegarkan tenggorokannya yang kering. Wajahnya berubah keruh ketika melihat tak ada apapun di kulkas kecuali sebotol air mineral dan sepiring puding coklat. Baru sadar dirinya belum mengisi kulkas sama sekali sejak pertama kali mengisinya dua minggu lalu.

Akhirnya Elsa memuaskan diri hanya dengan meminum air mineral saja. Sesudah mandi ia berjanji akan berbelanja di lantai bawah dan memenuhi lemari pendinginnya dengan berbagai macam kebutungan pangannya.

Dan Elsa benar-benar merealisasikan janjinya. Setelah berpakaian santai, tanktop dilapisi cardigan dan rok selutut yang mengembang berwarna biru pudar senada tanktopnya, Elsa telah siap membelanjakan uang ayahnya sebanyak-banyaknya.

Tapi setelah dipikir lagi, Elsa mengurungkan niatnya menghabiskan uang ayahnya dengan memenuhi isi kulkas. Ia memutuskan untuk membeli persediaan selama seminggu saja. Jadi ia akan berbelanja setiap minggu. Ia membawa trolinya ke meja kasir. Mengeluarkan uang pas dan melenggang sambil menenteng tiga kantong belanjaan.

Lift terbuka dan Elsa tercengang melihat adegan di hadapannya. Ia segera menundukkan kepala dan menggumamkan kata maaf.

"Sampai kapan akan berdiri disitu?"

Elsa mendongak, tak lagi menemukan wanita yang Rexan cumbu tadi. Hanya tinggal Rexan yang berdiri menyandar di dinding lift dengan tatapan lurus ke arah Elsa.

"Cepatlah kalau kamu tidak mau pintu lift tertutup lagi."

Elsa merutuk ketidakberuntungannya sore ini. Berdiri kaku di depan Rexan bukanlah hal yang bagus saat tak ada orang lain di sekitarmu. Hembusan napas Rexan terasa di puncak kepala Elsa, membuat gadis itu yakin kalau jaraknya dengan Rexan begitu dekat.

Rexan tahu kalau dirinya sudah gila. Ia seperti seorang pedofil yang tergila-gila terhadap seorang gadis muda. Tapi itulah kenyataannya. Rexan ingin sekali merengkuh tubuh mungil yang hanya setinggi dadanya itu. Membuainya dalam pelukan hangatnya.

Rexan sudah akan mengulurkan lengannya ketika pintu lift terbuka dan Elsa mengayun langkah tanpa menoleh lagi. Ia mengumpat geram. Namun begitu, kakinya mengikuti kemana kaki mungil Elsa pergi. Rexan mengernyit lalu tersenyum licik mengetahui kalau penghuni baru apartement yang berhadapan dengan apartementnya adalah Elsa. Ternyata tanpa diketahuinya, gadis itu sudah berada begitu dekat dengannya.

"Elsa."

Mendengar namanya disebut Elsa menelengkan kepala, "Ya?" ia tersentak kaget ketika tubuhnya didorong masuk lalu dihimpit ke dinding oleh Rexan. Kantong belanjaannya terjatuh dari tangannya bersamaan dengan pintu apartement yang terkunci otomatis.

"A-ada apa?" tanya Elsa bingung bercampur kalut.

Rexan tahu kalau Elsa sangat indah. Bola mata beriris biru safir dengan bulu mata lentik dinaungi oleh sepasang alis yang melengkung cantik. Hidung mancung dengan bibir sensual yang tak terlalu tebal juga tak terlalu tipis. Leher bersih halus dan payudara yang masih dalam tahap pertumbuhan, juga tungkai jenjang yang membuat Rexan membayangkan tungkai itu melingkari pinggangnya di atas kasur. Elsa sungguh sangat indah dan sempurna di matanya.

"Pak.." Elsa tercekat dengan tubuhnya yang dipeluk erat oleh Rexan.

"Tidak. Rexan saja. Tanpa embel-embel apapun ketika kita di luar sekolah. Mengerti?" Rexan bergumam parau di perpotongan pundak dan leher Elsa. Dalam sekejap saja wangi tubuh Elsa memenuhi indra penciumannya. Aroma bunga mawar yang menenangkan.

"B-baiklah. Tapi.. bisa kamu lepaskan aku.. sekarang?" Elsa memohon. Terdengar seperti permohonan untuk bercinta di telinga Rexan.

Elsa bergerak gelisah. Ia tak mungkin salah kan mengartikan apa benda keras dan besar yang kini menekan perutnya? Demi Tuhan! Elsa tak butuh melihatnya langsung untuk tahu benda apa itu! Teman-teman sebayanya di Amerika bahkan sudah ada yang pernah merasakannya. Yang katanya rasanya.. rasanya.. argh! Kenapa Elsa jadi berpikiran kotor sekarang?!

Sebenarnya saat ini Elsa tengah bingung dengan pola perilaku Rexan yang sangat mengejutkan. Memeluk dirinya yang tak lain adalah muridnya yang baru dua kali bertemunya. Apa artinya? Elsa bertanya-tanya dalam hati sementara Rexan sudah mengurai pelukannya.

"Elsa." 

 Elsa mengerjap, "Ya?"

"Kamu mau membantuku?"

Elsa memiringkan kepala bertanya melalui gerakannya.

"Menidurkan juniorku."

Elsa membelalak ngeri dan menggeleng panik. Membuat Rexan tertawa lepas. Elsa polos sekali!

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...