NOT FOR UNDERAGE
"Princess, apa putra Reagan itu bersamamu?"
Elsa
memutar bola matanya jengah. Sejak ia menelepon ayahnya setengah jam
yang lalu, ini sudah kali ke empat ayahnya bertanya hal itu. Dan
jawabannya pun sama. "Tidak Dad. Sudah berapa kali aku mengatakannya?"
"Baiklah.
Baiklah." ayahnya tertawa. "Sekarang Dad percaya, Dad hanya memastikan
sayang. Kamu tau, Dad bersahabat dengan ayahnya. Dad hanya berasumsi
kalau ia sama mesumnya dengan Reagan muda."
Ia memang sama mesumnya Dad!
"Ibumu ingin berbicara."
Tanpa sadar Elsa menjawab dengan anggukan.
"Ayo kita berbicara dengan cara perempuan."
Elsa terkikik, "Memangnya apa yang akan Mom bicarakan denganku?"
"Menyangkut hal penting tentang Rexan, baby. Kamu sudah tidur dengannya?"
Elsa
terkadang tak suka dengan sifat blak-blakan ibunya. Ketika berbicara
dengan ibunya, ia selalu tak memiliki privasi. Kalau dipikir-pikir
ibunya itu hampir mirip dengan Kenia.
"Mom sudah tau jawabannya. Apa ia memakai pengaman?"
Elsa mengerutkan bibir mengingat-ingat. "Ya Mom, sepertinya begitu."
"Baguslah. Ingatkan ia untuk selalu memakai pengaman. Mom tidak mau kamu hamil di usia muda baby. Lalu, apa kamu mencintainya?"
"Aku mencintainya Mom. Apa itu bagus?"
"Ya, kamu harus bisa membuatnya mencintaimu juga. Kalau ia tak kunjung membalas, tinggalkan saja. Mengerti?"
Elsa sedikit tak setuju dengan ucapan ibunya. Meninggalkan Rexan? Apa bisa?
Dan yang sedang menjadi topik pembicaraan kini sudah memeluknya dari belakang. Entah kapan lelaki itu masuk ke apartementnya.
"Ya sudah Mom, nanti kuhubungi lagi. Aku mencintaimu."
"Mom juga baby."
Elsa
memutar badannya dan mundur. Membiarkan Rexan menghimpitnya ke pagar
balkon. Ia melihat tatapan redup lelaki itu yang berarti sedang
bergairah. Tiba-tiba timbul di benaknya untuk mengusili Rexan yang
mesum.
Dimulai dengan menggigit bibir bawahnya, kedua tangan Elsa kemudian meraba dada hingga perut Rexan.
"Kamu kemana saja?" ia bertanya dengan suara seraknya, menghindar halus ketika Rexan memajukan wajah untuk menciumnya.
"Tanganmu
Els." Rexan mengerang tanpa menjawab pertanyaan Elsa. Pasalnya, tangan
gadis itu semakin berani dengan mengusap gundukan di celananya,
terkadang meremasnya pelan.
"Kamu bergairah."
Rexan
menenggelamkan kepala di leher Elsa. Mendesah berat disana. Lengan
kokohnya semakin erat memeluk gadisnya. Hanya dengan tangannya saja,
gadisnya sanggup membuatnya ingin orgasme.
"I want you." bisik Rexan dengan suara rendahnya.
"Me too. Tapi aku sedang datang bulan."
Seketika saja Rexan mundur dua langkah. Matanya dengan tajam menatap gadisnya yang mengerjap dan tersenyum polos.
"Kamu menggodaku di saat sedang datang bulan Els?" tanyanya tak percaya, setitik kemarahannya tersulut. "Bagus sekali."
Elsa
tertegun menyadari kemarahan Rexan. Ia mulai kalut, apa tindakannya
keterlaluan? Tentu saja iya! Rexan lelaki dewasa dengan libido tinggi
bodoh!
Disusulnya
Rexan yang rupanya tengah menenggak air dingin dengan rakus di depan
lemari pendingin. Rasa bersalah yang makin menjadi membuat Elsa ingin
menangis.
"Rexan.." panggilnya lirih.
"Menjauhlah dariku Els. Aku tengah mengontrol diriku sekarang." Rexan menutup pintu kulkas dengan bantingan.
Entah
kenapa Elsa merasa kehadirannya kini ditolak oleh Rexan. Apalagi lelaki
itu melewatinya begitu saja untuk kembali ke apartementnya sendiri.
Terlebih lagi sikapnya dingin sekarang. Air mata Elsa meluruh, sifat
cengengnya memaksanya untuk menangis.
Elsa mengikuti Rexan ke apartement lelaki itu dan langsung menubruknya dengan pelukan erat.
Rexan
yang hilang keseimbangan karena gerakan tiba-tiba Elsa sedikit
terhuyung. Beruntung di belakangnya itu dinding jadi ia bisa menahan
keseimbangan tubuhnya dengan bersandar disana.
"I'm sorry, I'm so sorry. Aku tidak tau kalau itu keterlaluan dan membuatmu semarah itu padaku."
Gadisnya menangis. Rexan menarik napas lelah. "Sudahlah, tidak apa-apa."
Elsa
menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu boleh menghukumku. Apapun itu aku
bersedia. Tapi jangan acuhkan aku, aku.. tak bisa.."
"Aku
tak pernah mengacuhkanmu Els. Kamu tau itu dengan pasti. Sekarang
pulanglah, ini sudah malam. Jangan sampai kamu terlambat datang ke
sekolah." dihapusnya air mata gadisnya lalu dikecupnya keningnya lembut.
"Kamu masih marah?" tanya Elsa sedih.
"Aku tak marah. Aku hanya tak ingin menyakitimu karena gairahku yang tak terkendali."
"Aku mau tidur denganmu."
Oh, tak cukupkah Elsa menyiksanya dengan 'datang bulan'nya yang sangat mengganggu itu?
Rexan
meremas kedua pundak Elsa dengan tangannya, "Sayang, aku masih ada
pekerjaan. Kalau kamu mau tidur di sini, langsung ke kamar, oke?"
"Lalu kamu?"
"Aku di ruang tamu. Nanti, setelah aku selesai, aku akan menyusulmu."
"Baiklah."
Elsa
langsung pergi ke kamarnya. Itu membuat Rexan sedikit banyak merasa
lega. Dia pergi ke ruang tamu di mana laptopnya tadi ia tinggalkan untuk
menemui Elsa. Dia duduk di depan laptopnya yang masih menyala. Karens
yang harus dikerjakan hanya mengecek beberapa email masuk, jadi
pekerjaan itu hanya berlangsung beberapa menit sampai kemudian selesai.
Rexan
masih duduk di sana, menghela napas dengan berat. Ia masih memikirkan
tentang keamanan gadisnya. Ia tahu, menjalin hubungan khusus dengan
seorang gadis, sudah pasti akan membahayakan keadaan gadis tersebut.
Seperti yang terjadi pada tunangannya dulu.
Oleh
sebab itu, Rexan harus berhati-hati. Ancaman sudah berada di depan
matanya. Bila salah menjaga Elsa sedikit saja, Rexan tak tahu apa yang
akan terjadi pada dirinya. Ia mencintai Elsa, itu sudah jelas. Cincin
yang ia sematkan di jari Elsa adalah salah satu bukti keseriusannya. Itu
adalah cincin turun-temurun keluarganya, dulu ayahnya yang memberikan
itu padanya.
Sesaat kemudian, kedua lengan yang sudah sering memeluknya melingkari lehernya dari belakang.
"Kenapa belum tidur?" Rexan menegur.
Elsa
berputar melewati sofa dan duduk di sebelah Rexan, dia menyandarkan
kepalanya dengan manja di pundak lelaki itu. Lama ia terdiam sampai
bibirnya terbuka untuk berbicara dengan Rexan.
"Rexan, kenapa kamu tidak tinggal dengan ibumu?"
Ekspresi Rexan mengeras, namun dalam sepersekian detik kembali normal, "Kenapa kamu ingin tahu?"
"Apa tidak boleh?" Elsa mendongak dengan wajah bingung yang menggemaskan.
Rexan menyeringai penuh arti, "Cium aku untuk jawaban yang kamu inginkan."
Elsa
menyetujui dengan cepat. Ia meraih rahang Rexan, setengah menegakkan
punggungnya dan mencium Rexan dengan lembut. Rexan tersenyum dalam
hatinya, diraihnya pinggang Elsa untuk kemudian mengambil alih kendali
ciuman mereka. Tidak bercinta, tapi Elsa masih bisa memuaskannya dengan
cara lain bukan?
Segera
setelah Rexan mencumbu leher dan membelai payudaranya, Elsa menjadi
terlena. Posisinya berpindah ke pangkuan Rexan. Bibirnya masih ditawan
oleh lelaki itu dalam ciuman mereka yang intens.
Dan Elsa melupakan pertanyaannya begitu saja...
***
Next: Beautiful Desire - 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)