Selasa, 03 Oktober 2017

Beautiful Desire -11

NOT FOR UNDERAGE


"Princess, apa putra Reagan itu bersamamu?"

Elsa memutar bola matanya jengah. Sejak ia menelepon ayahnya setengah jam yang lalu, ini sudah kali ke empat ayahnya bertanya hal itu. Dan jawabannya pun sama. "Tidak Dad. Sudah berapa kali aku mengatakannya?"

"Baiklah. Baiklah." ayahnya tertawa. "Sekarang Dad percaya, Dad hanya memastikan sayang. Kamu tau, Dad bersahabat dengan ayahnya. Dad hanya berasumsi kalau ia sama mesumnya dengan Reagan muda."

Ia memang sama mesumnya Dad!

"Ibumu ingin berbicara."

Tanpa sadar Elsa menjawab dengan anggukan.

"Ayo kita berbicara dengan cara perempuan."

Elsa terkikik, "Memangnya apa yang akan Mom bicarakan denganku?"

"Menyangkut hal penting tentang Rexan, baby. Kamu sudah tidur dengannya?"

Elsa terkadang tak suka dengan sifat blak-blakan ibunya. Ketika berbicara dengan ibunya, ia selalu tak memiliki privasi. Kalau dipikir-pikir ibunya itu hampir mirip dengan Kenia.

"Mom sudah tau jawabannya. Apa ia memakai pengaman?"

Elsa mengerutkan bibir mengingat-ingat. "Ya Mom, sepertinya begitu."

"Baguslah. Ingatkan ia untuk selalu memakai pengaman. Mom tidak mau kamu hamil di usia muda baby. Lalu, apa kamu mencintainya?"

"Aku mencintainya Mom. Apa itu bagus?"

"Ya, kamu harus bisa membuatnya mencintaimu juga. Kalau ia tak kunjung membalas, tinggalkan saja. Mengerti?"

Elsa sedikit tak setuju dengan ucapan ibunya. Meninggalkan Rexan? Apa bisa?
Dan yang sedang menjadi topik pembicaraan kini sudah memeluknya dari belakang. Entah kapan lelaki itu masuk ke apartementnya.

"Ya sudah Mom, nanti kuhubungi lagi. Aku mencintaimu."

"Mom juga baby."

Elsa memutar badannya dan mundur. Membiarkan Rexan menghimpitnya ke pagar balkon. Ia melihat tatapan redup lelaki itu yang berarti sedang bergairah. Tiba-tiba timbul di benaknya untuk mengusili Rexan yang mesum.

Dimulai dengan menggigit bibir bawahnya, kedua tangan Elsa kemudian meraba dada hingga perut Rexan.

"Kamu kemana saja?" ia bertanya dengan suara seraknya, menghindar halus ketika Rexan memajukan wajah untuk menciumnya.

"Tanganmu Els." Rexan mengerang tanpa menjawab pertanyaan Elsa. Pasalnya, tangan gadis itu semakin berani dengan mengusap gundukan di celananya, terkadang meremasnya pelan.

"Kamu bergairah."

Rexan menenggelamkan kepala di leher Elsa. Mendesah berat disana. Lengan kokohnya semakin erat memeluk gadisnya. Hanya dengan tangannya saja, gadisnya sanggup membuatnya ingin orgasme.

"I want you." bisik Rexan dengan suara rendahnya.

"Me too. Tapi aku sedang datang bulan."

Seketika saja Rexan mundur dua langkah. Matanya dengan tajam menatap gadisnya yang mengerjap dan tersenyum polos.

"Kamu menggodaku di saat sedang datang bulan Els?" tanyanya tak percaya, setitik kemarahannya tersulut. "Bagus sekali."

Elsa tertegun menyadari kemarahan Rexan. Ia mulai kalut, apa tindakannya keterlaluan? Tentu saja iya! Rexan lelaki dewasa dengan libido tinggi bodoh!

Disusulnya Rexan yang rupanya tengah menenggak air dingin dengan rakus di depan lemari pendingin. Rasa bersalah yang makin menjadi membuat Elsa ingin menangis.

"Rexan.." panggilnya lirih.

"Menjauhlah dariku Els. Aku tengah mengontrol diriku sekarang." Rexan menutup pintu kulkas dengan bantingan.

Entah kenapa Elsa merasa kehadirannya kini ditolak oleh Rexan. Apalagi lelaki itu melewatinya begitu saja untuk kembali ke apartementnya sendiri. Terlebih lagi sikapnya dingin sekarang. Air mata Elsa meluruh, sifat cengengnya memaksanya untuk menangis.

Elsa mengikuti Rexan ke apartement lelaki itu dan langsung menubruknya dengan pelukan erat.
Rexan yang hilang keseimbangan karena gerakan tiba-tiba Elsa sedikit terhuyung. Beruntung di belakangnya itu dinding jadi ia bisa menahan keseimbangan tubuhnya dengan bersandar disana.

"I'm sorry, I'm so sorry. Aku tidak tau kalau itu keterlaluan dan membuatmu semarah itu padaku."

Gadisnya menangis. Rexan menarik napas lelah. "Sudahlah, tidak apa-apa."

Elsa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu boleh menghukumku. Apapun itu aku bersedia. Tapi jangan acuhkan aku, aku.. tak bisa.."

"Aku tak pernah mengacuhkanmu Els. Kamu tau itu dengan pasti. Sekarang pulanglah, ini sudah malam. Jangan sampai kamu terlambat datang ke sekolah." dihapusnya air mata gadisnya lalu dikecupnya keningnya lembut.

"Kamu masih marah?" tanya Elsa sedih.

"Aku tak marah. Aku hanya tak ingin menyakitimu karena gairahku yang tak terkendali."

"Aku mau tidur denganmu."

Oh, tak cukupkah Elsa menyiksanya dengan 'datang bulan'nya yang sangat mengganggu itu?

Rexan meremas kedua pundak Elsa dengan tangannya, "Sayang, aku masih ada pekerjaan. Kalau kamu mau tidur di sini, langsung ke kamar, oke?"

"Lalu kamu?"

"Aku di ruang tamu. Nanti, setelah aku selesai, aku akan menyusulmu."

"Baiklah."

Elsa langsung pergi ke kamarnya. Itu membuat Rexan sedikit banyak merasa lega. Dia pergi ke ruang tamu di mana laptopnya tadi ia tinggalkan untuk menemui Elsa. Dia duduk di depan laptopnya yang masih menyala. Karens yang harus dikerjakan hanya mengecek beberapa email masuk, jadi pekerjaan itu hanya berlangsung beberapa menit sampai kemudian selesai.

Rexan masih duduk di sana, menghela napas dengan berat. Ia masih memikirkan tentang keamanan gadisnya. Ia tahu, menjalin hubungan khusus dengan seorang gadis, sudah pasti akan membahayakan keadaan gadis tersebut. Seperti yang terjadi pada tunangannya dulu.

Oleh sebab itu, Rexan harus berhati-hati. Ancaman sudah berada di depan matanya. Bila salah menjaga Elsa sedikit saja, Rexan tak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia mencintai Elsa, itu sudah jelas. Cincin yang ia sematkan di jari Elsa adalah salah satu bukti keseriusannya. Itu adalah cincin turun-temurun keluarganya, dulu ayahnya yang memberikan itu padanya.

Sesaat kemudian, kedua lengan yang sudah sering memeluknya melingkari lehernya dari belakang.

"Kenapa belum tidur?" Rexan menegur.

Elsa berputar melewati sofa dan duduk di sebelah Rexan, dia menyandarkan kepalanya dengan manja di pundak lelaki itu. Lama ia terdiam sampai bibirnya terbuka untuk berbicara dengan Rexan.

"Rexan, kenapa kamu tidak tinggal dengan ibumu?"

Ekspresi Rexan mengeras, namun dalam sepersekian detik kembali normal, "Kenapa kamu ingin tahu?"

"Apa tidak boleh?" Elsa mendongak dengan wajah bingung yang menggemaskan.

Rexan menyeringai penuh arti, "Cium aku untuk jawaban yang kamu inginkan."

Elsa menyetujui dengan cepat. Ia meraih rahang Rexan, setengah menegakkan punggungnya dan mencium Rexan dengan lembut. Rexan tersenyum dalam hatinya, diraihnya pinggang Elsa untuk kemudian mengambil alih kendali ciuman mereka. Tidak bercinta, tapi Elsa masih bisa memuaskannya dengan cara lain bukan?

Segera setelah Rexan mencumbu leher dan membelai payudaranya, Elsa menjadi terlena. Posisinya berpindah ke pangkuan Rexan. Bibirnya masih ditawan oleh lelaki itu dalam ciuman mereka yang intens.

Dan Elsa melupakan pertanyaannya begitu saja...

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...