NOT FOR UNDERAGE
WARNING: 21+
"Kamu memang tidak suka pelajaran olahraga ya?" Kenia menyenggol lengan Elsa.
Yang disenggol menggeleng. "Apa hebatnya panas-panasan sambil berebut bola berwarna orange itu?"
"Hei, bahkan kamu pintar bermain bola yang kamu maksud itu."
Di antara banyaknya mata
pelajaran, yang paling Elsa benci adalah olahraga. Pelajaran olahraga
sering dihubungkan dengan panas matahari dan daya tahan tubuh Elsa
sering kali down karena hal itu. Mengenai pintar bermain basket seperti
yang Kenia katakan tadi, sebenarnya itu hanya kebetulan semata.
"Lehermu.. itu bukannya
kissmark?" tunjuk Kenia tak yakin ke arah leher samping Elsa. Bercak di
leher Elsa itu baru terlihat oleh Kenia karena tadi tertutup kerah
seragam.
Elsa menghadapkan dirinya ke arah cermin besar di ruang ganti, lalu menelan ludah gugup. "I-ini.. mungkin digigit nyamuk."
"Kamu berniat bohong? Siapa yang melakukannya?"
Batinnya mengumpat
kecerobohannya juga kemesuman Rexan. Lelaki itu memberinya tanda dari
leher hingga ke dadanya. Dan kissmark yang Kenia lihat tadi merupakan
salah satunya. Kalau sudah seperti ini tak ada gunanya Elsa berbohong.
Sudah terlanjur basah mandi saja sekalian.
"R-Rexan.."
"Apa?!" Kenia menjerit kecil. "Ka-kamu serius?"
"Ya.."
"Kalian sudah berhubungan seks?"
Elsa menggeleng cepat. "Belum!"
Kenia menyeringai,
"Belum? Artinya akan? Bukannya kamu menolaknya? Kenapa sekarang kamu
luluh begitu saja? Apa sentuhannya sangat memabukkan?" tanyanya
beruntun.
"Tidak, bukannya begitu.
Hanya saja aku tak bisa menghindar. Ya, begitu." dewi bantinnya
mengejek kebohongannya. Bukannya tak bisa, tapi Elsa tak mau. "Sudahlah,
aku akan berganti baju. Kamu kalau tak mau menunggu bisa langsung ke
kantin." Elsa buru-buru masuk ke bilik ganti.
Sekeluarnya Elsa dari bilik, ruang ganti sudah dipenuhi oleh anak-anak kelas 12 yang mendapat giliran olahraga.
"Hei, lihat! Dia yang mengganggu kegiatan bercintaku dengan Pak Rexan!" seorang siswi berseragam ketat berteriak.
Elsa mematung. Ia ingat
ketika pertama kali bertemu Rexan, itu saat Rexan sedang mencumbu siswi
ini. Siswi bernama Velin. Oh no, semua mata mengarah padanya sekarang.
"Wah, wah. Rupanya yang
kamu maksud anak baru ya?" siswi ber-name tag Rindy mendekat sambil
memelintir rambut lurusnya. "Kamu ada hubungan apa dengan Pak Rexan,
umm.. Ellysa?"
Elsa memeluk seragam olahraganya takut. "Ti-tidak ada Kak."
"Bohong! Aku mendengar
pembicaraannya dengan temannya tadi. Coba lihat lehernya, itu kissmark
dari Pak Rexan!" seru seorang siswi lagi. Memperkeruh keadaan.
"Boleh aku melihatnya?"
Elsa menggeleng panik, memundurkan langkahnya satu langkah.
Rindy mendengus kemudian
mendorong kasar Elsa kembali masuk ke dalam bilik. Velin menyusul
dengan lengan bersidekap. "Kamu mau menunjukkannya atau kami yang akan
melihat sendiri?"
Rindy mengibaskan
tangannya. "Sudahlah Ve, tak perlu." ia memberi senyum jahatnya untuk
Elsa.
"Jauhi Pak Rexan. Ia hanya milik kami. Aku tak kan memaafkanmu
kalau berani mengambilnya. Mengerti?"
Elsa menelan ludah
sebelum mengangguk. Kedua kakak kelasnya membalikkan badan, Elsa sudah
akan menghela napas lega ketika Velin kembali ke hadapannya hanya untuk
menampar pipinya bolak-balik dengan sangat keras. Telinga Elsa sampai
berdenging karenanya.
"Itu peringatan awal untukmu."
Matanya memanas, air
matanya tumpah bersamaan dengan kakinya yang tak mampu menahan beban
tubuhnya. Elsa takut. Ia takut akan kembali menjadi korban bully murid
sekolah seperti yang terjadi di sekolah lamanya. Kenyataan lainnya, Elsa
memilih menutup diri karena hal ini. Karena Elsa tak kan bisa
menghadapinya seorang diri sedangkan ia tak mau merepotkan orang lain.
***
Gadis itu menghindar.
Password apartementnya pun diubah. Dua hari lamanya Rexan tak melihat
Elsa. Elsa seperti menghilang ditelan bumi sampai Rexan tak bisa melacak
keberadaannya. Cukup sudah, dua hari adalah batas waktu yang bisa Rexan
tolelir. Ia tak mau menjadi seperti orang bodoh dengan melampiaskan
kekesalan terhadap staf perusahaan dan juga murid-muridnya. Rexan pun
tak pernah memperhitungkan kalau Elsa sudah menjadi pusat pengendalian
emosinya. Tanpa Elsa, emosi Rexan menjadi labil seperti seorang remaja.
Padahal usianya sudah 26 tahun.
Ini hari ke tiga, dan
Rexan melihat Elsa berjalan seorang diri di koridor kelas sepuluh. Ia
memang sudah menunggu Elsa menyelesaikan tugas piketnya sejak tadi
sambil sedikit 'bermain' dengan seorang pelacur kecil. Katakanlah Rexan
bejat, memang itu adanya. Ia seperti tak bisa hidup tanpa seks, meskipun
sekarang intensitasnya berkurang karena keberadaan Elsa yang memenuhi
pikirannya.
"Elsa."
Elsa membeku. Tapi kemudian melanjutkan langkahnya lebih cepat.
Gadis itu benar-benar menghindar dan berniat membuat Rexan marah. "Berhenti disana!" dan sekarang Elsa malah berlari.
Rexan menghembuskan
napas kasar. Ia tak berminat dengan aksi kejar-kejaran yang Elsa
tawarkan. Ia lebih memilih cara yang mudah agar Elsa ikut dengannya.
Misalnya menggendongnya seperti karung beras lalu menghempaskannya ke
jok mobil tanpa peduli perlawanan dari gadis itu.
"Aku akan dibawa kemana? Aku tidak mau!"
"Diam!"
Dan akhirnya Elsa
mengerut takut. Rexan tak pernah marah padanya. Ketika marah lelaki itu
sangat menyeramkan. Rahangnya mengetat, bibirnya menipis dan tatapannya
dingin membekukan.
Rexan menghentikan mobil di depan rumahnya sendiri. Ia membuka pintu mobil dan kembali membopong Elsa memasuki rumah.
"A-aku bisa berjalan sendiri.." lirih Elsa gemetar. Ia beringsut ke kepala dipan ketika Rexan melemparnya ke tempat tidur.
Rexan tak berkata apapun lagi. Lelaki itu membuka pakaiannya dengan cepat lalu melemparnya sembarangan.
"K-kamu.. apa yang akan
kamu lakukan?" Elsa memalingkan wajah, tak mau menatap tubuh telanjang
Rexan. Pekikan kecil meluncur dari bibirnya ketika Rexan menarik paksa
seragamnya. Merobeknya lalu membuangnya ke lantai.
"Rexan!" Elsa menangis.
Dan Rexan meredam tangisan Elsa dengan ciuman panasnya. Di bawah sana,
Rexan menempatkan kejantanannya di celah bibir kewanitaan Elsa. Ia
mematikan seluruh alat gerak Elsa hingga gadis itu tak bisa melawan.
Rexan menghentikan ciumannya. "Menggigit Els?"
"Tolong, jangan lakukan ini padaku.."
"Kalau dengan ini bisa
membuatmu tetap di sisiku, aku akan melakukannya meskipun menyakitimu."
desis Rexan tajam. Ia menjilat air mata gadis itu.
Rexan melahap payudara
Elsa, memberi perlakuan sama antara yang kiri dan kanan. Jemarinya
membuka celah bibir kewanitaan Elsa lalu mengusap dan menekan-nekan
klitorisnya.
"J-jangan... ssh.. Rexann.."
"Kamu indah Els. Indah sekali." bisik Rexan di depan kewanitaan Elsa.
"Jangan Rexan, kumohon
jangan.." Elsa menggeleng-geleng panik. Tubuhnya bergetar ketika Rexan
melahap kewanitaannya dengan rakus.
Rexan menghidu
kewanitaan Elsa mesra. Mencecapnya dengan lidah ahlinya hingga Elsa yang
mulanya tak mau menjadi mendesah-desah nikmat. Bahkan gadis itu menekan
kepala Rexan ke pangkal pahanya. Kewanitaan gadis itu sudah basah
karena liur Rexan dan cairannya sendiri. Elsa melemas di orgasme
pertamanya.
Rexan merangkak menaiki
Elsa, menempatkan kepala kejantanannya di lubang Elsa yang tak terjamah
siapapun. Rexan adalah lelaki pertama Elsa. Kenyataan itu membuat Rexan
melambung tinggi.
"Rexan, aku.."
"Rilekskan tubuhmu Els. Ini mudah, kamu hanya perlu menerimaku." ucap Rexan meyakinkan.
Ia menekan kejantanannya
sedikit demi sedikit dengan erangan-erangan kecil yang lolos dari
bibirnya. Kenikmatan itu semakin terasa seiring masuknya kejantanannya
semakin dalam di liang sempit itu.
Elsa meringis menahan
perih, lalu memekik karena sakit tak tertahankan ketika Rexan dengan
satu dorongan memaksa merobek selaput daranya. Air mata Elsa kembali
meleleh. "Sakit.."
Mereka menyatu. Perasaan
hangat merayapi dada Rexan secara penuh. Dikecupnya kedua mata Elsa
bergantian lalu berkata, "You're mine Ellysa Moriz. You are mine." ia
bergerak perlahan-lahan mengajarkan Elsa bagaimana mengenal dan menerima
dirinya. Desahannya di telinga Elsa mengundang gadis, ah wanita itu
untuk ikut mendesah. Elsa begitu rapat, begitu lembut juga begitu hangat
mencengkramnya dalam kenikmatan tak bertepi.
"Ahh..." Elsa memejamkan
mata rapat. Perihnya kini berganti nikmat, Elsa tak kuasa lagi menahan
segala bentuk erangan yang meluncur dari mulutnya. Apalagi gerakan Rexan
semakin intens, menghentak-hentak tubuh mungilnya semakin tenggelam di
kasur yang empuk itu.
"Oh Rexann.."
"Ya sayang, mendesahlah. Kamu menyukainya?"
"Hmmm.. Kamu memperkosaku,"
Ah, bisa-bisanya Elsa.
Rexan terkekeh. Sebenarnya Rexan tak suka berbicara santai saat
bercinta, ia lebih suka mendengar umpatan kotor yang memintanya untuk
mencumbu lebih kasar. Tapi sekali lagi, Elsa berbeda.
"Kamu sempit Els, ini menyiksaku." Rexan mengerang di tenggorokannya. Gerakannya semakin tak terkendali.
"Aku akan.. Rexann," Elsa menceracau.
Rexan menyentak,
kemudian mendorong kejantanannya kuat-kuat. Kewanitaan Elsa yang
bereaksi membuat ia tahu kalau gadisnya akan segera selesai.
"Kamu sedang subur Els?"
Elsa menggeleng-geleng lemah. Kedua tangannya mencengkram kuat bed cover, "Rexan, aku-aku.."
"Ayo Els, keluarlah bersamaku sayang.. arrhhh.."
Rexan membawa Elsa berguling setelah pelepasannya. Wanitanya itu kini terbaring lemah di atasnya.
"Wow, tadi itu, hebat
sekali!" desah Rexan kagum. Tak pernah dirinya mencapai pelepasan
sedahsyat itu, juga tak pernah dirinya merasa puas hanya dengan sekali
orgasme. Bahkan dengan tunangannya yang ia cintai pun tidak. Kepuasannya
kali ini bukan hanya kepuasan fisik, entahlah, Rexan sulit
mendeskripsikannya.
Rexan menyamankan posisi
kepala Elsa di dadanya agar gadis itu cepat berlabuh dalam mimpinya. Ia
tahu dirinya keterlaluan dengan memaksa Elsa memenuhi hasratnya. Tapi
ia pikir inilah satu-satunya cara agar Elsa tak punya alasan untuk pergi
darinya.
Karena jauh di lubuk hatinya, Rexan tak mau Elsa pergi dari sisinya.
***
Next: Beautiful Desire -08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)