NOT FOR UNDERAGE
Elsa menggenggam
testpack di tangannya dengan perasaan senang yang membuncah. Ia yakin
Rexan juga akan senang dengan garis yang tertera di badan testpack itu.
Hasilnya sesuai dengan yang ia harapkan. Pasti juga sesuai dengan
harapan Rexan.
Dia membuka pintu kamar
mandi itu, lalu melangkah masuk ke kamar Rexan di mana Rexan juga ada di
sana. Lelaki itu duduk di tepi tempat tidur. Harap-harap cemas dengan
hasil tes Elsa. Rexan langsung berdiri begitu Elsa muncul dari kamar
mandi dengan senyum terkembang.
"Bagaimana hasilnya?"
"Negatif!"
Elsa tak dapat
menyembunyikan kelegaan dalam suaranya. Ternyata, mual selama beberapa
hari belakangan yang sempat membuatnya khawatir akan kehadiran makhluk
mungil di perutnya tidak terjadi. Mungkin ia hanya mual biasa karena
melewatkan jam makannya, membuat perutnya kosong lantas merasa pusing
dan mual.
Hasilnya negatif. Entah
mengapa Rexan merasa kecewa. Harusnya ia ikut senang mengingat jika Elsa
hamil maka itu berarti masa depan gadisnya yang menjadi korban. Elsa
tidak bisa melanjutkan pendidikannya dan harus menjadi istri dan ibu di
usia muda. Itu adalah hal yang sulit dengan usia Elsa yang belia.
Tetapi, melihat betapa
senangnya Elsa dengan kenyataan itu mengusik benak Rexan. Apakah Elsa
tidak menginginkan anak darinya? Tidak mau menjadi istrinya? Ibu dari
anak-anaknya? Rexan tak dapat menampik bahwa ia menaruh harapan begitu
besar pada Elsa. Dia ingin Elsa menjadi pendampingnya, istrinya. Ia tak
mau kehilangan lagi seperti sebelumnya, ingin segera memiliki Elsa
secara sah di mata dunia supaya ia bisa menjaganya dengan leluasa.
Satu kali kehilangan...
ah,bukan, tapi dua kali. Dua kali kehilangan perempuan tersayangnya
sudah sangat menghancurkan hatinya. Rexan tidak mau kehilangan lagi
untuk yang ketiga kalinya. Elsa tidak tahu bahwa Rexan sudah dua kali
kehilagan perempuan berharga dalam hidupnya, karena yang Elsa tahu
perempuan yang pernah hadir di hidup Rexan hanyalah tunangan lelaki itu.
Rexan tidak pernah menceritakannya, dia akan memendam kisah itu seorang
diri.
Elsa yang tidak melihat senyum di bibir Rexan mengernyit, "Kamu tidak senang?"
Rexan menghela napas.
Memikirkan tentang rasa kecewa atas hasil tes itu dan juga masa lalu
tentang kehilangan, membuatnya mendadak pusing.
"Pulanglah dulu, aku tidak ingin diganggu."
"Pulang?"
"Ya, Els. Pulang ke apartemenmu sekarang juga."
Elsa langsung tersinggung mendengar pengusiran itu, "Ada apa denganmu?"
Rexan mengusap wajahnya.
Dengan seger diraihnya lengan Elsa dan ditariknya gadis itu keluar dari
kamarnya dan ia dorong keluar dari apartemennya.
"Rexan! Apa maksud kamu?" seru Elsa yang merasa heran sekaligus marah atas tindakan Rexan yang tak dapat ia mengerti.
"Aku tidak tahu apa kamu
benar-benar mencintaiku atau tidak. Tapi, melihat betapa leganya kamu
karena tes kehamilan itu, aku menjadi sedikit ragu. Tidakkah kamu
berharap sedikit saja tentang adanya bayi di antara kita?"
"Maksud kamu, kamu ragu dengan perasaanku, begitu? Demi Tuhan, Rex-"
"Sudahlah, Els! Aku
hanya menyuruhmu pulang! Aku tidak ingin berdebat!" sela Rexan dan
bergegas menutup pntu di depan wajah Elsa.
Elsa membuka bibirnya.
Ia terkejut dan tidak menyangka bahwa Rexan bisa bersikap begitu
padanya. Kekanakan sekali. Masalah kecil tentang testpack harusnya tidak
perlu dibesar-besarkan. Harusnya Rexan senang jika ia tidak hamil,
bukan marah. Kecuali bila Rexan memang ingin menghancurkan masa depan
Elsa dengan membuat Elsa hamil. Kalau memang begitu, artinya Rexan
adalah orang yang picik.
Dan Rexan meragukan
perasaannya. Dari kemarahan Rexan yang lain, kalimat bahwa Rexan
meragukan perasaannya adalah yang paling membuat Elsa sakit hati. Kurang
jelas apa lagi perasaannya kepada Rexan? Elsa sudah memberikan
segalanya, segenap kepercayaannya dan bahkan kehormatannya kepada Rexan.
Tidakkah Rexan merasakan betapa besar cinta yang Elsa berikan kepada
lelaki itu?
Elsa berbalik dari pintu
apartemen Rexan. Jika Rexan tak ingin diganggu olehnya, maka ia tidak
akan mengganggunya. Elsa ingin melihat seberapa egois Rexan dengan
kemarahannya yang tak beralasan sampai menyakitinya.
***
Elsa meraba perutnya.
Tidak tahu kenapa dirinya memutuskan untuk pergi ke pusat perbelanjaan
terkemuka tanpa uang lebih di tangannya. Tadi, uang di saku celana
jeans-nya hanya cukup untuk membayar ongkos taksi. Memang tersisa
beberapa lembar, tapi itu tidak cukup untuk membeli makanan untuk
mengganjal perutnya.
Anak seorang pengusaha
otomotif kaya tidak punya cukup uang untuk membeli makan. Lucu sekali.
Elsa mendengus. Semuanya salah Rexan. Mengingat Rexan, membuat Elsa
tidak ingin pulang dan bertemu lelaki itu dan mulutnya yang tajam.
Elsa kembali berjalan,
kali ini keluar dari pusat perbelanjaan itu. Langkahnya terhenti begitu
melihat seseorang yang tampak tidak asing di matanya. Seorang perempuan.
Perempuan itu adalah ibu Rexan. Elsa tersenyum tipis saat ibu Rexan
menyapanya dengan seulas senyuman ramah, perempuan itu kini mendekat ke
arahnya.
"Kalau aku tidak salah ingat, kau adalah kekasih putraku. Benar?"
Elsa memaksakan tawa kecilnya. Benarkah dia kekasih Rexan?
"Bibi dari mana?"
"Berbelanja sedikit keperluan rumah. Kau sendirian? Di mana Rexan?" Jenny bertanya balik.
Elsa merapatkan bibir dengan jengkel, "Aku sendirian, dia sedang tidak ingin diganggu olehku."
"Ah, anak nakal itu." Jenny berdecak.
Melalui suaranya, Elsa
mendengar kasih sayang dari perempuan itu untuk Rexan. Lantas kenapa
Rexan begitu menjauhi ibunya? Jenny terlihat seperti orang baik. Elsa
tidak punya alasan untu menghindar dari perempuan itu seperti yang
pernah Rexan katakan: bahwa dirinya tidak boleh bertemu Jenny lagi.
"Tidakkah anak itu merasa perlu untuk menjagamu? Kejahatan akan datang bila ada kesempatan."
Elsa mengangguk-angguk
setuju, "Benar, Bi. Rexan keterlaluan, kami baru saja bertengkar dan dia
berkata tidak mau diganggu. Membuatku tidak ingin pulang."
"Bertengkar? Ah, tunggu. Bagaimana kalau kita mengobrol di rumahku saja? Biar anak nakal itu khawatir karena kau tidak pulang."
Elsa mengangguk dengan
semangat. Akhirnya dia mendapatkan tempat pelarian yang tepat. Kalau
memang Rexan mencarinya, maka Elsa tidak akan membiarkan dirinya
ditemukan dengan mudah. Rexan tidak akan berpikir bahwa Elsa ada bersama
Jenny.
Rumah Jenny adalah rumah
minimalis yang dekat dengan pantai. Dari beranda rumah, Elsa bisa
mendengar deru ombak dari lautan. Jenny bilang bahwa rumah itu akan
menjadi tempatnya untuk menghabiskan masa tua. Jauh dari keramaian dan
tempatnya sangat tenang. Pemilihan tempat yang sangat bagus menurut
Elsa.
"Jadi, kenapa kalian bertengkar?" tanya Jenny setelah mengambilkan segelas jus berwarna merah untuk Elsa.
"Aku pun tidak mengerti, Bi. Rexan orang yang sangat temperamental."
"Dia sama seperti ayahnya. Kuharap dia tidak menyakitimu." tutur Jenny muram.
"Maksud Bibi?"
"Tidak. Bukan apa-apa. Bukankah kita belum berkenalan? Namaku Jenny."
"Aku Ellysa, tapi semua orang memanggilku Elsa."
Jenny terkekeh, "Itu terdengar lebih mudah. Nah, Elsa, apa kau lapar?"
Elsa tersipu mendengar
pertanyaan itu. Pasti jenny mendengar bunyi perutnya yang taktahu aturan
saat di mobil tadi. Memalukan sekali perutnya itu. Tapi, ia memang
lapar. Jadi ia mengangguk.
"Kalau begitu ayo kita makan. Aku juga merasa sangat lapar. Kita harus makan sebelum aku memangsamu karena terlalu lapar."
Elsa tertawa mendengan gurauan Jenny.
"Aku serius. Kau tahu, aku bisa menjadi sangat berbahaya jika keadaan memungkinkan."
"Ya, Bibi. Mungkin karena itu Rexan melarangku untuk bertemu denganmu." Elsa tertawa kecil.
"Ya, tentu saja." jawab Jenny lantas menggiring Elsa ke ruang makan.
***
Next: Beautiful Desire - 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)