NOT FOR UNDERAGE
"Pak Rexan menjadi topik hangat akhir-akhir ini di kalangan murid baru seperti kita. Pak Rexan inilah, Pak Rexan itulah, aku sampai bosan mendengarnya. Seakan-akan Pak Rexan tak punya cela sedikit pun di mata mereka."
Elsa diam tak menanggapi
berita yang menurutnya tak penting itu. Tatapannya lurus ke arah novel
yang tengah dibacanya. Novel berbahasa asing itu benar-benar dikemas
secara apik dari segi intrinsik maupun ekstrinsiknya. Membuat Elsa
semakin bersemangat untuk segera menamatkannya.
"Kamu benar-benar tak punya hubungan apapun dengannya kan?"
"Tidak." jawab Elsa singkat.
"Baguslah. Kudengar dari
anak-anak senior Pak Rexan tak sebagus tampilan luarnya. Dikatakan ia
juga seorang cassanova, beberapa murid perempuan disini bahkan ada yang
mengaku pernah ditidurinya."
Elsa menahan dengusan. Ia sudah tahu lebih awal tentang hal itu, melihat dengan mata kepalanya sendiri bahkan.
"Yaa tapi kalau
dipikir-pikir lagi tak mungkin Pak Rexan seperti itu kan? Dia seorang
guru yang harus memberi contoh baik. Kecuali kalau para perempuan
sendiri yang menyodorkan dirinya untuk dimangsa. Kucing mana yang
menolak jika ikan sudah mengumpankan diri?" Kenia kembali berceloteh.
Elsa melipat ujung
lembaran kertas novelnya, kemudian menyimpan novel itu di dalam tasnya.
Ia akan lanjut membacanya nanti. Diputarnya tubuhnya menghadap Kenia.
"Kenapa kamu sibuk membicarakan guru itu? Yang kutau, kamu tidak begitu
menyukainya."
Kenia mengedikkan kedua
pundaknya malas. "Aku hanya curiga padamu mengingat Pak Rexan pernah
keluar dari apartementmu dalam keadaan kacau. Kamu memang berniat
menyembunyikan sesuatu dariku ya?" mata sipit Kenia menyipit curiga.
"Aku tak menyembunyikan
apapun darimu." Elsa mengelak, merutuk keingintahuan Kenia yang begitu
tinggi. Sejak kemarin Kenia tak berhenti bertanya tentang Rexan padanya.
"Baiklah. Akan kucari tau sendiri. Dan kalau aku sudah ta--"
Elsa mengangkat
tangannya meminta Kenia untuk berhenti bicara. Ia mendesahkan napas
beratnya sesaat sebelum mengangguk. "Akan kuceritakan. Tapi kamu harus
menyimpannya untuk dirimu sendiri."
Kenia mengangguk paham.
Dan ketika Elsa mulai bercerita, ekspresi wajah Kenia mulai
berubah-ubah. Dari membelalak, terkesiap, membulatkan bibir sampai
merona tak jelas. Membuat Elsa merasakan pipinya ikut memanas atas
reaksi Kenia. Aish, ia tak menyangka akan semalu ini menceritakan
tentang apa yang telah terjadi antara dirinya dan Rexan kepada Kenia.
Bagaimana tidak malu kalau Elsa menyampaikan ceritanya dengan begitu
detail tanpa ditambah ataupun dikurangi. Ekspresi yang terakhir Kenia
tunjukkan adalah tatapan mata yang menyorot kasihan pada Elsa.
"Oh, aku tak percaya
ini! Aku tak tau harus mengatakan apa, tapi.. astaga! Dasar lelaki dan
kejantanan mereka!" ujar Kenia berapi-api.
Elsa berdiri dari duduknya di kursi kantin mendengar bel masuk berbunyi. "Kamu duluan saja. Aku mau ke toilet."
Kenia menawarkan diri
untuk menemani tapi ditolak dengan halus oleh Elsa. Gadis itu berjalan
dalam diam tanpa peduli dengan berpasang-pasang mata yang menatapnya.
Tujuannya hanya satu, ke toilet untuk membasuh tangan dan wajah. Elsa
menulikan telinganya terhadap bisik-bisik siswa lain juga terhadap
sapaan genit murid laki-laki yang berpapasan dengannya. Ia masuk ke
toilet perempuan, melakukan apa yang menjadi tujuannya lalu segera
keluar dari toilet. Tiba di kelas ternyata kegiatan belajar mengajar
belum dimulai karena guru mata pelajaran jam ini tidak masuk. Jam kosong
berlanjut sampai bel pulang berbunyi yang disambut sorakan riang seisi
kelas. Tidak dengan Elsa yang belum bisa pulang karena mendapat tugas
piket.
Menit demi menit berlalu
sampai kelas bersih. Teman-teman sepiketnya berpamitan pulang dan
meminta Elsa menyimpan kembali alat kebersihan di gudang khusus yang
diiyakan Elsa begitu saja.
Akibatnya, lagi-lagi
Elsa harus menonton adegan panas dimana Rexan tengah bercinta dengan
posisi berdiri di gudang khusus yang dimaksud. Mata lelaki itu berkilat
tajam ketika melihat Elsa berdiri di ambang pintu menatapnya dalam diam.
Ia menghentak pinggulnya makin cepat membayangkan kalau yang saat ini
disetubuhinya adalah Elsa. Sementara gadis yang ia setubuhi
berteriak-teriak nikmat dan mendesah kencang seperti jalang.
Elsa menutup matanya,
meletakkan alat kebersihan yang dibawanya lalu segera pergi dari tempat
itu. Rexan benar-benar bajingan sejati. Baru beberapa hari lalu lelaki
itu meminta Elsa menjadi kekasihnya dan mengatakan tak lagi bergairah
dengan perempuan lain. Tapi apa? Elsa mendengus, ia malah bercinta
dengan hebat dengan perempuannya.
***
Rexan mengerang dan
meneriakkan nama Elsa ketika mendapatkan pelepasannya. Beriringan dengan
orgasme siswi yang entah siapa namanya yang baru saja menjadi tempat
pelampiasan gairahnya terhadap Elsa.
Ia melepas pengaman dari
kejantanannya lalu membuangnya sembarangan. Kemudian merapikan kembali
kemeja dan celananya. Ditatapnya datar siswi itu yang tersenyum menggoda
ke arahnya. Benar-benar tipe perempuan murahan.
"Pulanglah dan jangan pernah menggodaku lagi. Ini terakhir kalinya kita berhubungan."
Siswi itu terkejut. Tapi
Rexan tak peduli. Ia dengan langkah panjangnya langsung pergi ke area
parkir untuk mengambil mobilnya lalu melajukannya menuju apartementnya.
Apartement Elsa sebenarnya karena kini ia sudah berada di depan
apartement gadis itu. Entah mengapa ia merasa harus menjelaskan apa yang
Elsa lihat tadi agar gadis itu tak salah paham.
"Ada apa?" Elsa menyembulkan kepala dari pintu yang dibukanya.
Rexan menggapai tangan
gadis itu, menyeretnya menuju apartementnya lalu menghempaskannya ke
sofa di bawah tindihannya. Gadis itu meronta, mendorong-dorong dada
Rexan dan menendang-nendangkan kakinya ke segala arah.
Rexan menggeram. "Diam atau aku akan memperkosamu disini sekarang juga."
Elsa membeku, membalas
tatapan Rexan pun ia takut. Bukan hal mustahil bagi Rexan untuk
mewujudkan ancamannya mengingat lelaki itu adalah penjahat kelamin.
"Apa yang kamu lihat
tidaklah seperti apa yang kamu pikirkan. Aku memang bercinta dengan
perempuan itu, tapi aku membayangkannya sebagai dirimu. Secara tidak
langsung kamu sudah menyiksaku Els, kamu membuatku berhari-hari menahan
gairahku yang besar terhadapmu. Hingga aku harus melampiaskannya dengan
perempuan lain, membayangkan kalau itu kamu."
Rexan menjatuhkan
wajahnya di perpotongan pundak dan leher Elsa. Ia kalut. Ia bukanlah
lelaki yang bisa menahan libidonya dan Elsa memaksanya melakukan hal
itu. Hari ini, empat hari setelah tuntutan cinta Elsa, Rexan benar-benar
tak bisa menahan gairahnya hingga akhirnya melampiaskannya kepada gadis
yang memiliki sedikit kesamaan dengan Elsa.
Tapi itu tak membuatnya puas. Yang ia inginkan adalah Elsa. Bukan gadis manapun yang memiliki kemiripan dengan Elsa.
"Apa yang telah kamu
lakukan padaku Els? Bahkan dengan tunanganku pun aku tak sampai sekacau
ini. Aku yakin ada hal lain yang mempengaruhiku selain tubuhmu." dan aku
tak tahu hal apa itu. Lanjut Rexan dalam hati.
Tunangan? Bahkan Rexan sudah bertunangan!
"Ya, aku pernah
bertunangan dan aku mencintai tunanganku. Tapi ia meninggal membawa
cintaku bersamanya. Karenanya aku tak memiliki cinta di hidupku yang
masih berlanjut." terang Rexan seakan mengerti apa yang terlintas di
benak Elsa. Lelaki itu mengecup bibir Elsa lalu membawanya dalam sebuah
ciuman panjang yang memabukkan.
Elsa yang sudah bingung
dengan beberapa pernyataan Rexan kini semakin bingung setelah lelaki itu
melepaskan tautan bibir mereka.
"Sekarang kamu kekasihku dan aku tak butuh jawaban."
***
"Sampai kapan kamu akan
menahanku disini? Aku butuh mandi, berganti baju dan makan Rexan!" pekik
Elsa kesal. Sudah sejak satu jam yang lalu ia meminta Rexan membukakan
pintu dan membiarkannya kembali ke apartementnya, tapi lelaki itu
mengindahkannya. Dan Elsa kesal setengah mati dibuatnya.
Rexan baru tahu kalau
Elsa memiliki sisi kekanak-kanakan juga, jujur saja ia menyukainya.
Lihat tingkah gadis itu yang menggembungkan pipinya dengan lengan
bersidekap di depan dada, membuat Rexan ingin menciumnya.
Rexan meraih tangan Elsa
dan gadis itu menepisnya. Matanya sudah terlapisi selaput bening yang
siap tumpah sekarang. Rexan tercengang. "Elsa, kenapa?"
Elsa benci harus
menunjukkan sisi cengengnya di depan Rexan. Tapi inilah hasilnya kalau
kekesalannya memuncak. Elsa akan menangis kalau terlampau kalut, takut,
kesal, marah dan juga bahagia. Ia akan menangis kalau emosinya sudah tak
terkontrol.
Rexan bingung sekarang.
Jika biasanya ia bingung karena sulit mengatasi gairahnya kalau berada
di dekat Elsa, kini ia bingung mengatasi Elsa yang tengah menangis dan
menghindari sentuhannya.
"Aku tidak akan segan-segan menciummu lagi kalau kamu tak juga diam Elsa." ancamnya dengan suara rendah.
Berhasil.
"Kamu seperti anak kecil." ujar Rexan sambil menghapus sisa-sisa air mata Elsa di pipi gadis itu.
"Aku memang masih kecil!"
"Oh, tentu saja. Kamu adalah anak kecil yang bisa memproduksi anak kecil. Bukankah begitu?"
Elsa memalingkan wajah. "Aku mau pulang."
"Tak perlu pulang. Kamu
bisa mandi disini dan memakai baju milikku, untuk urusan pakaian dalam
kamu tak perlu memakainya. Kamu juga bisa memasak di dapurku." ucap
Rexan tegas, tak ingin dibantah. Elsa pun tak berniat membantah, ia terlalu lelah, lapar dan mengantuk.
Maka setelah mandi dan makan malam, Elsa bergegas menemui Rexan di ruang kerjanya.
Satu lagi kenyataan yang
baru Elsa ketahui. Menjadi guru adalah pekerjaan sampingan Rexan,
pekerjaan utama lelaki itu adalah mengelola sebuah perusahaan besar
dengan jabatan sebagai CEO.
"Dimana kamarku?" Elsa berdiri di depan Rexan dengan meja kerja sebagai penghalang mereka.
Mata Rexan menajam
meneliti penampilan Elsa. Gadis itu mengenakan kaos putih miliknya yang
berbahan tipis dan celana boxernya. Kedua pakaian itu menenggelamkan
tubuh mungil Elsa karena ukurannya terlalu besar. Tapi justru terlihat
sensual di mata Rexan. Terlebih lagi puting payudara Elsa yang menyembul
di balik kaosnya. Untuk ukuran payudara, milik Elsa terlampau besar
untuk gadis berusia 16 tahun. Tapi hal itu justru sesuai dengan tinggi
badan gadis itu yang melebihi remaja seusianya. Wajar saja kalau
mengingat darah campuran yang mengalir di tubuh Elsa.
Rexan berdeham kecil
sebelum menjawab. "Di kamarku." kemudian ia menggendong Elsa ala bridal
dan melemparnya ke kasur ketika tiba di kamarnya.
Elsa dengan sigap
berguling menghindar hingga Rexan gagal menindihnya, membuat lelaki itu
terkekeh. Elsa duduk tegak untuk meletakkan guling sebagai pembatas
wilayahnya dengan wilayah Rexan. Lelaki itu memberinya pandangan
bertanya.
"Aku masih belum sudi membiarkan vaginaku dimasuki olehmu!" jawaban yang terlalu sengit hingga Rexan terbahak mendengarnya.
Rexan mana peduli,
lelaki itu melempar guling pembatas itu menjauh dan merengkuh tubuh
mungil Elsa dalam dekapannya, juga membelit kaki gadis itu dengan
kakinya hingga Elsa tak bisa berkutik.
***
Next: Beautiful Desire - 05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)