NOT FOR UNDERAGE
"Tuan muda baru sekali ini membawa pulang seorang gadis."
Rupanya di rumah Rexan
juga tinggal seorang pembantu rumah tangga dan seorang satpam. Rexan
masih tidur, beruntung ini hari libur jadi Elsa tak perlu khawatir
mengenai sekolah. Tadi ia terbangun lebih dulu dan melihat dress santai
bermotif bunga kecil-kecil yang sudah terlipat rapi di sofa, yang
rupanya telah pembantu Rexan siapkan pagi-pagi sekali. Mengingat bahwa
pembantu rumah tangga Rexan melihatnya tidur tanpa busana dengan tuan
rumah membuat Elsa kembali merona.
Elsa menopang dagunya dengan tangan. "Apa Rexan tinggal seorang diri? Maksud saya, sebatangkara."
"Tuan muda masih memiliki ibu, tapi hubungan mereka kurang baik."
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa." suara Rexan menyahut dari belakang. Lelaki itu kemudian menyuruh Bi Nah pergi.
Rexan menyiapkan sepiring penuh nasi beserta lauk-pauknya lantas mendorongnya ke hadapan Elsa yang mengerjap bingung.
"Habiskan." titahnya tanpa mau dibantah.
Elsa menggeleng
menunjukkan penolakan. "Itu bahkan dua kali lipat dari porsi makanku
yang biasa. Aku tak mungkin bisa menghabiskannya."
"Apa aku perlu menelanjangimu sekarang juga untuk membuatmu tau sebera--"
"Kuhabiskan!" tukas Elsa dengan telinga memerah.
Rexan tak menahan senyum
gelinya melihat Elsa yang makan dengan ekspresi cemberut. Gadisnya itu--Rexan lebih menyukai sebutan gadis untuk Elsa, terlihat begitu
terpaksa memakan suapan demi suapan yang masuk ke mulutnya.
Elsa memasang wajah memelasnya, perutnya kini tak lagi bisa menampung makanan untuk masuk. Bisa-bisa ia muntah saat ini juga.
"Aku menyerah."
Tinggal seperempat piring. Lumayan tapi tak membuat Rexan puas. Lelaki itu menggeleng tegas.
"Habiskan."
"Tapi aku sudah kenyang Rexan. Lebih dari kenyang!" Elsa membanting sendok dan garpunya ke piring.
"Itu tinggal sedikit Elsa. Aku bukan orang yang bisa mentolelir makanan bersisa."
"Kalau begitu kamu saja
yang habiskan!" seru Elsa marah. Rexan dan sifat diktatornya bukanlah
perpaduan yang Elsa sukai. Elsa tak terbiasa dipaksa, Elsa tak terbiasa
dibentak, Elsa tak terbiasa diancam dan Elsa tak terbiasa diatur. Dan
Rexan melakukannya!
Sebelum Rexan menjawab,
Elsa telah lebih dulu beranjak meninggalkan ruang makan dengan air mata
menggenang. Rexan mengusap wajahnya gusar. Ia melupakan fakta kalau Elsa
masihlah remaja yang labil dan tak suka didikte. Gadis itu sedang dalam
pencarian jati diri menuju kedewasaan. Harusnya Rexan tidak melalaikan
kenyataan penting itu. Ia berdiri, mengernyit melihat Bi Nah
tergopoh-gopoh menghampirinya.
"Ada apa?"
"Nona ingin pulang, dan... menangis." lapor perempuan tua itu ragu.
"Apa?! Di mana Elsa sekarang?"
"Jon sedang berusaha menahannya di depan."
Dengan langkah
panjangnya yang sarat amarah Rexan melangkah menuju halaman rumah. Hanya
masalah sekecil ini dan Elsa akan kabur?
"Ellysa Moriz!!" teriaknya menggelegar.
Elsa berjengit kaget
sampai tersedak tangisnya sendiri. Tak tahu apa yang harus ia lakukan,
ia malah melakukan kesalahan besar dengan bersembunyi di belakang tubuh Jon. Kemarahan Rexan semakin menguar melihatnya, ia terbakar api
cemburu melihat lengan kurus Elsa memeluk tubuh satpam berusia muda yang
berdiri pucat itu.
"N-nona, se-sebaiknya..."
Bugh!
Jon terhuyung mendapat serangan tiba-tiba dari Rexan.
"Itu hukuman karena
berani menerima pelukan gadisku!" mata tajam Rexan beralih ke Elsa yang
ketakutan. Ekspresinya seketika melunak. Dibopongnya tubuh mungil itu
menuju kamarnya, kemudian mendudukkannya di tepi tempat tidur. Ia
sendiri berlutut di lantai dan hendak mengusap air mata Elsa ketika
gadis itu memalingkan wajah.
"Aku mau pulang," gumam Elsa lirih, pipi bagian dalamnya ia gigit sekuat mungkin.
Rexan membawa Elsa
berdiri, lalu menghela gadisnya ke pelukannya. Segera saja tangis Elsa
kembali pecah. Rexan merasakan cengkraman kuat di bagian dadanya.
"Kamu memperlakukanku seperti boneka."
Ah, benarkah seperti itu?
"Kamu salah paham Els."
"Apanya yang salah?!
Kamu masuk ke kehidupanku, mengendalikan aku sesuai keinginan kamu! Bukannya kamu hanya ingin mencicipi tubuhku? Kamu sudah berhasil. Kenapa
kamu masih menahanku disini?!"
"Jangan membuatku marah dan melakukan sesuatu yang akan kamu sesali Els."
Elsa meronta melepaskan
diri dan mengusap air matanya kasar sampai ujung kukunya menggores
pipinya. "Oh, kamu memang berhak marah setelah kamu menyakitiku Rexan!"
gadis itu tertawa dalam tangisnya. "Kamu mau menghukumku? Menelanjangiku
lalu menyetubuhiku seperti pelacur? Ayo, ayo lakukan!"
Tangan Rexan melayang
begitu saja menampar Elsa, terlalu kuat hingga sudut bibir gadis itu
robek. Setelahnya, rahang Rexan mengeras mendapati tatapan nanar
gadisnya. Dengan tangan terkepal Rexan berlalu dari kamarnya. Tanpa
permintaan maaf sama sekali.
***
"NONA MORIZ!! KALAU ANDA HANYA INGIN MELAMUN, SEBAIKNYA KELUAR DARI KELAS SAYA!!"
Elsa mendengar suara
terkesiap seisi kelas setelah teriakan tajam itu menggema. Tanpa berkata
apa-apa lagi ia berdiri dan mengikuti perintah sang guru. Tepat di
ambang pintu kelas, air mata kembali menetes melalui pipinya yang bilur.
Tamparan Rexan kemarin meninggalkan bekas di pipi mulusnya, membuat
Kenia bertanya-tanya yang Elsa tanggapi dengan keterdiaman.
Sementara itu, Rexan,
dengan tatapan tajamnya mengedarkan pandang ke seluruh kelas. Siswi
perempuan yang biasanya berbisik-bisik membicarakannya tiap ia mengajar
kini tak terdengar lagi.
Seisi kelas memilih membungkam mulut
masing-masing, sunyi senyap. Kemarahan Rexan belum reda sama sekali.
Ditambah lagi ia melihat wajah Elsa yang pipi kanannya berwarna
keunguan, juga melihat tatapan kosong gadis itu yang mencorat-coret
bukunya tanpa mendengar penjelasan materi yang Rexan paparkan. Membuat
emosi Rexan kian bercampur aduk. Lagi-lagi, berkat emosinya yang tak
terkendali, Rexan kembali menyakiti Elsa.
"Kerjakan paket soal dari nomor 1 sampai 100. Saya ingin kalian mengumpulkannya hari ini juga!"
***
"Whats wrong with you,
El? Apa ini ada hubungannya dengan Pak Rexan?" tanya Kenia menyelidik.
Akhirnya Kenia memutuskan mengunjungi apartement Elsa setelah jam
sekolah usai atas dasar kekhawatirannya.
Elsa yang tiba-tiba
mengeluarkan air matanya tak membuat Kenia paham sama sekali. Jemari
Elsa masih menggonta-ganti channel televisi tanpa peduli pipinya yang
kembali banjir air mata. Kemarin pagi, setelah Rexan menamparnya,
malamnya Rexan kembali ke kamar dan menyetubuhinya dengan kasar. Lelaki
itu menulikan pendengaran atas jerit kesakitan Elsa yang memohon untuk
berhenti.
Berkali-kali Rexan melakukan hal itu sampai Elsa pingsan dan
ketika terbangun, gadis itu sudah berada di apartementnya. Dengan air
mata berderai Elsa menceritakan semuanya kepada Kenia, termasuk
keterlibatan Velin dan Rindy yang menjadi penyebab kejadiannya.
"..malamnya, ia kembali hanya untuk memperkosaku berkali-kali sampai aku tak sadarkan diri.."
Kenia memeluk Elsa erat.
Prihatin sekali dengan apa yang menimpa Elsa. Apa yang sebenarnya Rexan
pikirkan saat dengan teganya merusak hidup Elsa? Lelaki itu memang
keterlaluan. Rexan tidak menyelidiki masalahnya lebih dulu.
Dan Rexan yang
mendengarnya dari luar kamar Elsa mengepalkan tangannya marah. Jadi akar
permasalahannya adalah pelacur-pelacur cilik itu? Ia menyeringai kejam.
Lihat apa yang akan dilakukannya kepada Velin dan Rindy nanti.
***
Bitch! Sisi hati kejam Rexan mendesis sinis.
Mudah sekali membawa
Velin dan Rindy masuk ke dalam perangkapnya. Sekarang, dua gadis itu
tengah menari erotis dengan mata ditutup kain di bawah tatapan lapar
pengikut setia Rexan yang kesemuanya memiliki penyimpangan seksual,
penganut BDSM dan seks keras.
Pengikut setia? Rexan
memang memilikinya. Mereka dari golongan pembunuh bayaran yang kejam.
Dunia bisnis tak lepas dari cara licik dan keji. Karenanya Rexan butuh
mereka untuk menghabisi musuh-musuhnya. Mereka akan menuruti perintah
Rexan karena Rexan menjamin terbebasnya mereka dari jerat hukum meskipun
polisi telah turun tangan.
"Apa kalian akan tetap diam seperti orang bodoh?"
Mendengar perintah tersirat sang tuan, mereka mulai menggerayangi tubuh Velin dan Rindy. Dua gadis untuk delapan orang.
"R-Rexan, a-ada apa ini?
Siapa mereka?" Rindy bertanya panik. Ia tak tahu kalau di ruangan kedap
suara itu banyak sekali orang. Velin pun sama takutnya.
"Bukankah kalian
menyukai seks dariku? Aku yakin kalian juga akan menyukai seks dari
mereka.
"Nikmati hukuman manisku karena kalian menyakiti Ellysa-ku,
sayang!" Rexan terkekeh keji.
Mulanya, Rindy dan Velin
menjerit-jerit kesakitan. Tapi memang pada dasarnya jiwa mereka liar,
jerit kesakitan itu berganti desah nikmat yang terdengar menjijikkan di
telinga Rexan. Tak tahu saja mereka apa yang akan terjadi selanjutnya.
Berdarah mungkin?
"Buat mereka jera."
gumam Rexan dingin sebelum meninggalkan ruangan itu. Membiarkan dua
gadis di dalam sana menderita dengan tubuh penuh luka dan darah. Elsa
merasakan kesakitan oleh perlakuan bejatnya, dan Rexan akan memberikan
hal yang lebih mengerikan kepada dua orang penyebab hal itu terjadi.
***
Next: Beautiful Desire - 09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)