NOT FOR UNDERAGE
"Are you crazy?!"
Itu adalah tanggapan
pertama dari Kenia setelah Elsa menceritakan alasan mengapa wajahnya
cerah hari ini. Elsa menduga mungkin saja Kenia memiliki bakat menjadi
detektif dilihat dari betapa pekanya sahabatnya itu terhadap sekitarnya.
Terutama terhadap apa yang terjadi dengan Elsa.
"El, kamu tau sendiri ia
manusia paling bejat di dunia. Ia yang sudah memperkosa kamu sekarang
kamu terima begitu saja kehadirannya, bahkan menyambutnya dengan senang
hati! Dimana pikiranmu sebenarnya?!"
Elsa menunjukkan wajah merengutnya. "Aku tidak tau Ken. Hanya saja.. aku.. menikmati kehadirannya di hidupku."
Mata Kenia menyipit. "Apa kamu.. mencintainya?"
Elsa terdiam.
"Kamu mencintainya El?"
"I think, I am."
Kenia menggeleng tak
percaya. Sudut matanya menangkap kilauan ketika Elsa menyelipkan rambut
ke balik telinganya. Segera saja ia menarik tangan kanan Elsa, membuat
si empunya tangan bingung.
"Ini. Cincin ini. Dari mana kamu mendapatkannya?"
Elsa menelengkan kepala
melihat cincin yang melingkar di jari manis tangan kanannya, kemudian
mengernyit. Seingatnya ia tak pernah mengenakan cincin itu. "Entahlah,
mungkin aku membelinya." jawabnya acuh.
Kenia mengerang
frustasi. Ia merenggut paksa cincin itu dari jari Elsa lalu menelitinya.
Cincin itu berwarna putih tanpa corak apapun. "Reagan." gumamnya
membaca ukiran nama di sisi dalam cincin.
Kemudian Elsa teringat
bahwa semalam ketika ia sudah akan terlelap, Rexan menyematkan benda itu
di jarinya lalu mengecupnya dan membiarkannya tidur.
"Itu nama.. Rexan.." Elsa tersenyum senang.
Kenia mengembalikan
cincin itu. "Aku tak tau harus berkata apa. Kemarin kamu seperti orang
kehilangan jiwa, dan sekarang tiba-tiba kamu kembali mendapatkan
semangat hidupmu. Mungkin saja kamu memang mencintainya. Kamu memang
gila El."
Elsa tertawa kecil menanggapinya. Ah, ia mencintai Rexan...
"Kamu melihat berita pagi ini?"
Elsa menggeleng. Sedikit heran mengapa Kenia begitu mudah mengalihkan topik bahasan.
"Aku sudah menduganya. Kamu memang terlalu sibuk dengan ranjang Rexan."
Elsa mendengus, namun tak urung wajahnya merona. Bukan ia tak tahu apa maksud sahabatnya itu.
Kenia vulgar sekali!
"Velin dan Rindy
ternyata bersaudara. Mereka ditemukan di pinggir jalan dalam keadaan
telanjang dan penuh luka. Kepolisian menduga mereka menjadi korban
pemerkosaan." sambung Kenia lagi.
Elsa tampak terkejut, sama terkejutnya dengan Kenia tadi pagi saat menonton berita di televisi.
"Tapi pelakunya belum ditemukan. Dan sepertinya polisi sudah menyerah mencarinya."
"Bagaimana bisa polisi menyerah sebegitu cepatnya?!" Elsa meninggikan suaranya.
"Entahlah. Apakah sepenting itu untukmu kalau polisi menyerah?"
"Tidak juga. Tapi kan harusnya tidak seperti itu."
"Biar saja seperti itu.
Anggap saja itu balasan untuk Rindy dan Velin karena sudah menyakitimu.
Kamu tak ingat karena ancaman mereka kamu menjadi korban Rexan?"
Elsa mengangguk-angguk. "Sudahlah, jangan bahas itu lagi."
"Ellysa!"
Elsa menoleh dan terkejut.
***
Gadismu begitu segar dan terlihat lezat. Bukankah ia sedang bersekolah?
Rexan mengumpat marah
setelah membaca pesan itu. Orang gila itu apa sedang mengancamnya? Elsa
sedang di sekolah, jauh dari pengawasannya. Lengah sedikit saja, gadis
itu akan berada dalam bahaya. Rexan mengambil kunci mobilnya. Memerintah
Emilia untuk membatalkan seluruh meeting pentingnya hari ini dengan
suara yang menyerupai geraman.
Mobilnya melaju kencang
membelah jalan raya. Pikirannya penuh dengan nama Elsa. Sialan sekali
gadis itu menyita seluruh akal sehatnya. Ia sampai di pelataran parkir.
Langsung mengayun langkah menuju tempat dimana Elsa berada tiap jam
istirahat. Tanpa peduli tatapan ingin tahu seluruh penghuni sekolah yang
dilewatinya. Dan ia melihat gadis itu disana bersama temannya, tanpa
satu kekurangan pun.
"Ellysa!"
Rexan melihat
keterkejutan gadisnya. Dengan langkah lebarnya ia mendekat dan memeluk
Elsa begitu saja. Ia menghirup aroma gadisnya dengan rakus, merasakan
kelegaan menyelimuti dadanya.
Tanpa membiarkan Elsa
bertanya dan mencerna apa yang terjadi, Rexan sudah menahan tengkuk
gadis itu lantas menciumnya lembut. Ia mengerang ketika Elsa terbuai dan
membalas ciumannya. Sambutan yang sangat menyenangkan.
"Bisakah kalian berhenti
berciuman dan mengingat kehadiranku disini?!" pekik Kenia kesal dengan
wajah merah padam. Malu sendiri melihat adegan ciuman panas sahabatnya.
Beruntungnya mereka sedang di atap sekolah, jadi kemungkinan besar tak
ada yang melihat perbuatan Elsa dan Rexan.
Seperti tersadar, Elsa
menarik kepalanya mundur hingga tautan bibirnya dengan Rexan terlepas.
Ia tersenyum kikuk dan Kenia membalasnya dengan dengusan jengah.
Sementara Rexan tetap tenang dengan kedua tangan masih berada di
pinggang Elsa, tatapannya pun lurus ke arah gadisnya.
"Sebaiknya aku masuk kelas." kata Kenia malas.
Elsa menghela napas. "Kamu membuatku malu di depan Kenia. Ada apa?"
"Tidak ada." Rexan terlihat acuh. "Hanya merindukanmu."
Semburat merah menghiasi
wajah Elsa dan Rexan tersenyum miring melihatnya. "Kamu tau, aku pernah
berfantasi liar dengan memasukimu disini. Mau membantuku
mewujudkannya?"
Elsa merengut. "Kamu berkata seakan mengajakku untuk membeli es krim. Sudahlah, aku mau ke kelas juga. Kamu pulang saja."
Rexan tersenyum simpul
sebagai bentuk mengalah. "Aku akan menunggumu di mobil." diberinya satu
kecupan lembut di kening Elsa sebelum gadisnya itu berlalu.
***
Next: Beautiful Desire - 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)