Selasa, 03 Oktober 2017

Beautiful Desire - 06

NOT FOR UNDERAGE


"Daddy!" Elsa memekik riang melihat wajah ayahnya di layar laptop. Bola matanya berbinar cerah seperti anak kecil yang menemukan mainan baru.

Matahari belum menyapa, hanya saja ketika Elsa terbangun dan mendapati 23 missed call di ponselnya dan itu semua berasal dari ayahnya, ia memutuskan untuk langsung menghubungi ayahnya. Harusnya semalam ia melakukannya, tapi keberadaan Rexan mengganggunya. Sekarang lelaki itu masih tidur, dan Elsa bisa leluasa berskype ria dengan orang tuanya tanpa diganggu.

"Jam berapa disana sweetheart? Kenapa terlihat gelap sekali?"

"Jam empat pagi." Elsa menunjukkan empat jarinya. "Dimana Mom?"

"Sedang di jalan. Kenapa tak kamu hidupkan lampunya sayang? Dad tak puas hanya dengan melihat wajahmu." ayahnya mengernyit.

Elsa tergeragap. Menghidupkan lampu? Mati! Elsa tak mau ayahnya tahu ada seorang lelaki tidur di kamarnya. Bisa-bisa ayahnya murka dan segera terbang ke Indonesia hanya untuk memarahinya.

"B-baiklah, aku akan pindah ke ruang tamu saja." tapi gerakan Elsa tertahan oleh lengan Rexan yang menggapai pinggangnya.

"Kemana?" Rexan sepertinya belum sepenuhnya bangun.

"Suara siapa itu sayang?"

Elsa memejamkan mata pasrah. Ia tak bisa bohong karena kini Rexan sudah menindihnya yang tengah tengkurap. Ayahnya membelalak, menunjuk Rexan dengan marah. Rexan sendiri tampak sama terkejutnya.

"Menjauh dari tubuh putriku, anak muda!"

"D-daddy, a-aku bisa jelaskan.." cicit Elsa takut. Rexan yang belum pindah dari atas punggungnya tak membantunya sama sekali.

"Biar Dad yang bicara dengan orang itu Elsa."

Rexan mengangguk agar Elsa mengiyakan, dikecupnya pipi gadis itu sebelum mengambil alih laptopnya.

Rexan kini tahu, dari ayahnya lah Elsa mendapat mata biru itu. Ayah Elsa menatap Rexan dingin namun Rexan yang juga ahli memanipulasi memasang wajah tenangnya. Sama sekali tak terpengaruh dengan intimidasi ayah Elsa.

"Putra Reagan."

Rexan tersenyum dan mengangguk sopan. "Tuan Moriz."

Ah, Elsa memang penuh kejutan. Rupanya gadis itu tak memakai nama keluarganya. Ayah Elsa, Alfredo Moriz adalah pemilik perusahaan otomotif yang sangat terkenal di California. Diberitakan bahwa tiap merk yang diluncurkan oleh Alfredo Moriz selalu melejit dalam hitungan hari.

"Apa tujuanmu mendekati putriku?"

Elsa menautkan kedua tangan gelisah di pangkuannya, ia tak dapat melihat ekspresi sang ayah. Tapi ia cukup paham dengan emosi yang ayahnya tunjukkan melalui suaranya. Elsa bingung kenapa Rexan masih saja bersikap tenang seakan tak terpengaruh sama sekali.

"Saya menginginkan tubuh putri anda."

Elsa membelalak ngeri. Di antara banyaknya jawaban alternatif, kenapa Rexan malah memilih jawaban yang sangat jujur itu?

Alfredo Moriz tercengang. Lelaki yang masih tampan dan tegap di usia hampir setengah abad itu tak menyangka Rexan akan menjawab sevulgar itu.

Alfredo Moriz mendengus samar ketika mengingat dirinya pernah berada di posisi Rexan dulu.

"Kau yakin dengan jawabanmu itu Reagan?"

Rexan mengangguk mantap. "Saya menemukan apa yang tidak saya temukan di tubuh perempuan lain dalam tubuh putri anda."

Elsa mendengar ayahnya terkekeh. Apa ayahnya itu tak marah?

"Kau seperti Reagan muda. Penuh ambisi dan gairah."

Elsa menyimpulkan kalau ayahnya mengenal Reagan.

"Saya yakin anda tak kalah berambisi dan bergairahnya sewaktu muda dengan ayah saya."

Alfredo Moriz tampak menyambut tangan seorang perempuan dan membawa perempuan yang dimaksud ke pangkuannya. Itu ibunda Elsa. Kecantikan dan keanggunannya menurun sempurna kepada Elsa. Dari tatapan Alfredo, Rexan tahu begitu saja kalau ayah Elsa itu begitu memuja istrinya.

"Jangan lupa pakai pengaman Tampan." itu kalimat terakhir yang Rexan dengar sebelum ibunda Elsa memutus sambungan.

Rexan tertawa keras sementara Elsa sudah berlari meninggalkan kamar karena terlalu malu.

***


Next: Beautiful Desire -07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...