Rabu, 04 Oktober 2017

Beautiful Desire - 17

NOT FOR UNDERAGE
WARNING: 21+


"Els." panggilnya kemudian, menegakkan badan dan berkedip demi memperjelas pandangannya. Dan Elsa masih di sana. Berdiri di belakang sofa yang ia duduki dan tersenyum padanya. Dia mengulurkan tangan kepada gadisnya, menunggu untuk Elsa memberikan tangannya.

Fero memandang Ghina, memberi isyarat kepada Ghina untuk melanjutkan rencana mereka. Dan Ghina mengangguk, kemudian mengeluarkan kamera dari tasnya dan menyiapkannya di atas meja sebelum kemudian keluar dari ruangan itu.

Perempuan itu menyambut tangan Rexan, lantas menurut begitu Rexan menariknya untuk dipangku. Obat yang ia campurkan ke minuman Rexan ternyata sangat ampuh. Lelaki itu tak sadar bahwa yang dipangku adalah dirinya.

"Kamu masih marah? Aku sungguh tidak bermaksud menyakitimu." Rexan mengusap pipi Fero yang diyakininya sebagai Elsa.

Fero jelas tidak mengerti dengan pertanyaan Rexan. Dia berasumsi kalau Rexan tengah ada masalah dengan kekasihnya. Jadi ia memainkan perannya sebaik mungkin. Karena itu adalah perintah yang Jenny katakan padanya.

"Tidak, aku sudah tidak marah padamu. Maaf kalau aku sempat marah."

Rexan tersenyum, "Tidak apa-apa, sayang."

Fero membiarkan Rexan memegang tengkuknya dan mengarahkan kepalanya mendekat. Matanya ia pejamkan, dan sapuan bibir Rexan terasa di bibirnya. Lelaki itu menciumnya, semaki lama semakin bergairah. Sudah lama ia mendengar tentag Rexan, namun tak menyangka bahwa desas-desus tentang Rexan sangat ahli dalam hubungan intim benar adanya. Semuanya didukung oleh paras rupawan tubuh Rexan. Fero tak menyesal menjalankan rencana yang Jenny susun. Dia mendapatkan uang dan mendapatkan kesenangan dari bujangan paling diinginkan perempuan di luar sana.

Rexan memindahkan bibirnya ke leher Fero. Ia mengecup ringan, memberi sedikit jilatan dan juga menggigitnya. Tangannya dengan cepat menelanjangi pakaian Fero hingga perempuan itu setengah telanjang di pangkuannya. Diremasnya payudara Fero bergantian.

Fero menggeliat. Desahan nikmat meluncur dari bibirnya. Ia meraih ikat pinggang Rexan untuk melonggarkannya. Lantas menarik turun resleting celana panjang milik lelaki itu dan mengeluarkan apa yang berasa di baliknya. Fero mendesah melihat milik Rexan di genggamannya. Ia turun dari pangkuan Rexan dan berlutut di depan lelaki itu dan langsung mengulum milik Rexan.

Mata Rexan terpejam. Gadisnya benar-benar bisa membuatnya gila. Tapi, rasanya Elsa tidak seberpenglaman itu. Elsa, gadisnya itu sangat polos. Perlu Rexan bimbing untuk melakukan hal itu. Kesadaran menyentak kepala Rexan. Matanya seketika terbuka. Dia menunduk dan membeliak marah. Itu bukan Elsa. Didorongnya Fero dengan kasar, dan ia berdiri meski masih pusingnya masih tersisa. Dia merapikan celananya, menatap marah kepada Fero yang terkejut.

"Sialan! Apa tujuanmu, hah?!" tanyanya tajam. Ia tak segan menjambak rambut panjang Fero. Perempuan itu bungkam.

"Aku bersumpah, jika semua ini berakibat fatal, aku akan mengejarmu bahkan hingga ke neraka sekali pun, Jalang!" hardiknya dengan tatapan mengerikan.

Fero meringis, saat itulah Rexan mencengkram rahangnya, memandangnya jijik lalu menghempaskan pegangannya. Membuat kepalanya tertoleh kasar ke samping dan lehernya terasa sakit.

"Apapun tujuanmu, kusarankan padamu untuk membatalkannya. Atau kau akan benar-benar menyesal." ancam Rexan sekali lagi, sebelum kemudian berdiri. Ia membalikkan badan dan keluar dari ruangan itu. Ia pergi dari sana tanpa menyadari adanya kamera yang merekam perbuatannya dengan Fero. Fero menyeringai, yakin Jenny akan memuji keberhasilannya.

Sialan! Dalam keadaan pusing seperti ini aku tidak bisa berpikir jernih! Umpat batin Rexan, ia terhuyung berjalan menuju mobilnya. Apapun atau siapapun yang merencanakan sesuatu yang mengganggunya itu harus segera Rexan ketahui.

"Halo, Gerald. Selidiki perempuan yang bernama Feronica dan juga Ghina yang baru saja kutemui." perintah Rexan setelah sebelumnya mengambil ponsel di sakunya.

Dia nyaris menabrak seseorang yang baru keluar dari lift. Sumpah-serapah akan meluncur dari bibirnya saat kemudian dia mendapati kalau itu adalah Emilia. Sekretarisnya yang nampak agak sedikit berantakan.

"Ma-maaf Pak, ban mobil saya tiba-tiba kempes dan taksi--"

"Persetan!" sela Rexan tak sabar. Namun dia masih sadar untuk tidak sepenuhnya menyalahkan Emilia yang datang terlambat.

Emilia sudah mengirim pesan sebelumnya bahwa ada masalah yang terjadi pada ban mobilnya. Dan butuh waktu beberapa lama untuk mendapatkan taksi. Dia juga telah mengirim file yang dibutuhkan oleh Rexan sebelum meeting itu berjalan.

Akibat keteledoran Rexan-lah semuanya terjadi. Dia kalut memikirkan Elsa dan pada akhirnya membuat dirinya terjebak oleh kedua perempuan itu. Dia yang tidak sabar ingin segera menyelesaikan meeting-nya akhirnya memulainya tanpa menunggu Emilia.

"Pak--"

"Minggir." Rexan memijit pelipisnya, dia langsung masuk ke dalam lift.

Apapun itu, Emilia yakin bahwa yang telah terjadi bukanlah sesuatu yang bagus.
Rexan menggeram, dan menelungkupkan kepala pada kemudi mobilnya. Tubuhnya masih menyisakan panas, dan kepalanya semakin pening saja.

Oh, astaga. Elsa tidak boleh tahu tentang peristiwa yang baru saja terjadi, atau gadisnya itu akan bertambah kecewa padanya. Rexan menghidupkan mobilnya, memundurkannya lantas memutar stir dan melajukannya. Dia harus bertemu dengan Elsa.
Tetapi, menyetir dalam keadaan pusing tidak terdengar seperti gagasan yang bagus. Hal itu terjadi kepada Rexan. Mobilnya tidak melaju lurus, terkadang berkelok yang membuat beberapa orang menyumpahinya. Ponselnya berbunyi, benda itu terletak di dashboard mobilnya. Rexan berusaha menjangkau, namun lengannya tak sampai. Akhirnya ia sedikit mengangkat tubuhnya, lengah terhadap kendali kemudi mobilnya. Ketika ponsel itu berhasil diraihnya, suara klakson memekakkan telinga terdengar dari hadapannya. Mata Rexan membeliak, sebuah truk melaju kencang berlawanan arah dengannya. Ia membanting kemudi, ban mobilnya berdecit dan terdengar bunyi benturan keras sesaat kemudian.

***

Jenny menghisap rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuknya. Dia menghembuskan asap hingga asap rokok itu mengepul di depan wajahnya sebelum kemudian terurai di udara. Di tempatnya duduk kini, ia menyeringai mendengar laporan dari orang suruhannya.

Di tangan Jenny terputar sebuah video putra tersayangnya bersama Feronica. Seringai bertahan di bibirnya. Ia mematikan rokok, memfokuskan mata pada video itu. Lntas keningnya berkerut saat video itu berganti dengan kemarahan Rexan.

"Dia sadar?" tanyanya tak suka.

"Mau bagaimana lagi, Jenny. Lelaki itu memang segera tersadar. Tapi kau bisa memotong bagian itu. Bagian sebelumnya kupikir sudah cukup kan?" tutur Fero yang diangguki oleh Ghina.

"Kau benar." Jenny menjeda video itu, ia berdiri, mengangguk-angguk, "kalian benar, Fero, Ghina. Aku cukup puas dengan pekerjaan kalian."

Yang tidak Fero dan Ghina ketahui, Jenny adalah perempuan licik. Ia menyelipkan tangan ke belakang tubuhnya, mengambil pistol dan langsung mengarahkannya ke kepala Fero. Membuat Fero membelalak dan Ghina terkesiap.

"Aku memang cukup puas, tapi pekerjaan kalian tidak sempurna, mengurangi rasa puasku dan membuatku terganggu. Jadi, kalian harus mati."

Sebelum Fero sempat bereaksi lagi, Jenny sudah menarik pelatuk pistolnya. Timah panas itu bersarag di kepala Fero tak lama kemudian. Tubuh Fero lunglai seketika.

"Berhenti di sana Ghina." Jenny mendesis, langkah kaki Ghina yang sudah mencapai pintu terhenti.

"Je-Jenny, kau tidak akan-"

"Kau juga harus kubunuh. Kalian harus mati agar rencanaku terus berlanjut." pistol itu ditodongkan ke arah Ghina yang sudah berkeringat dingin.

"Ta-tapi, a-aku bisa membantumu." Ghina menawarkan dengan gugup, enggan berakhir sama seperti Fero.

Jenny tertawa, lantas menurunkan pistolnya. Tatapannya menjadi bersahabat, mebuat Ghina tanpa sadar menarik napas lega. Hal itu tak berlangsung lama karena Fero menaikkan pistolnya lagi, menarik pelatuknya dua kali beturut-turut dengan tepat sasaran mengenai Ghina.

"Jenny... kupikir kau..." Ghina jatuh ke lantai. Pandangannya antara tak percaya, kesakitan dan ketakutan. Darah surut dari wajahnya dan matanya terpejam yang Jenny yakini tidak akan pernah terbuka kembali.

Tawa Jenny menggema di ruangan gelap itu. Jika Fero dan Ghina masih hidup, mereka akan menghambat langkahnya. Rexan pasti mencari tahu tentang Fero, dan lelaki itu pasti akan menemukan titik terangnya. Rencana Jenny akan berakhir saat Fero atau Ghina membuka mulut-ia yakin putranya akan menyelidikinya melalui Fero dan Ghina terlebih dahulu. Jadi untuk mencegah hal itu, Fero dan Ghina harus lenyap dari bumi.

Sebenarnya, pekerjaan Fero dan Ghina sudah cukup bagus. Tetapi mereka lalai membiarkan Rexan tersadar sebelum melakukan hal yang lebih jauh, yang Jenny yakini akan membuat Elsa dirundung kecewa kepada Rexan-itulah yang Jenny inginkan. Hubungan Rexan dengan kekasihnya hancur. Video itu akan menjadi awal kehancuran Rexan. Jenny hanya perlusedikit mengeditnya dan mengirimkannya kepada Elsa.

"Jenny." pintu ruangan itu terbuka, seorang lelaki dengan perut buncit masuk ke dalamnya. Lelaki itu tidak memasang ekspresi apapun melihat dua mayat di lantai.

"Ada apa, Bob?" tanya Jenny lemah lembut. Oh, dia mencinti lelakiitu tentu saja. Jenny tidak mempersoalkan keelokan rupa. Bob sejalan dengannya, itu sudah cukup daripada seorang lelaki yang hanya memanfaatkan tubuhnya lantas meninggalkannya.

"Bocah itu kecelakaan."

"Apa? Tapi itu tidak masuk dalam rencanaku. Harusnya mobil sekretarisnya yang bermasalah, bukan miliknya." Jenny mengernyit.

"Kita berhasil tentang sekretarisnya. Dan kecelakaan itu terjadi begitu saja, tanpa unsur disengaja."
Jenny menggeleng, "Bob, tidak. Rexan tidak boleh mati. Dia masih hidup kan? Dia harus hidup untuk dendam yang belum terbalaskan."

"Aku masih menunggu kabar itu, Jenny. Bocah itu memang tidak boleh mati sebelum aku membalas sakit hatiku. Dia adalah putra dari orang yang kita benci. Jadi dia yang harus menanggung dendam kita."

Rexan adalah putra dari Reagan, seorang pengusaha yang kaya raya dan terkenal dalam dunia bisnis. Reagan adalah seorang yang brengsek. Reagan mengambil keuntungan dari Jenny, memperlakukan Jenny dengan manis, menghamili Jenny lantas meninggalkannya. Tidak menghiraukan saat Jenny datang ke rumahnya dan meminta pertanggung-jawaban. Reagan memberi banyak uang, meminta Jenny melahirkan Rexan. Jenny pikir, Reagan akan bertanggungjawab begitu Rexan lahir, nyatanya Reagan hanya mengambil Rexan dan membuang Jenny.

Reagan masih bermain perempuan setelah mencampakkan Jenny. Reputasi lelaki itu yang buruk tidak mempengaruhi dunia bisnis di tangannya. Adik dari Bob menjadi salah satu korban Reagan. Adik yang Bob sayangi harus mati bunuh diri karena mencintai Reagan namun Reagan menolaknya. Bob sangat marah, dia melakukan apapun demi kehancuran Reagan. Tidak ada yang berhasil. Bahkan untuk urusan bisnis pun, bukan semakin jatuh malah semakin jaya meskipun Reagan sudah mati. Bisnis yang kemudian dilanjutkan oleh Rexan.

Di tengah bisnis milik Rexan yang mencapai puncak gemilangnya, perusahaan Bob hancur karena perbuatannya sendiri yang telah berani bermain api dengan Rexan. Rexan tidak tahu perihal dendam Bob kepada ayahnya, yang ia tahu hanyalah Bob selalu berusaha menjatuhkannya. Tidak ada cara lain, Bob harus dipatahkan taringnya lebih dulu supaya tidak terus menggigitnya.

Dan akhirnya Bob bertemu dengan Jenny di sebuah rumah bordir. Kesamaan dendam membuat keduanya menjadi partner. Jenny keluar dari pekerjaannya dan hidup dengan Bob. Bersama menyusun rencana untuk Rexan.

Rexan, putranya dari Reagan hidup dengan nyaman di rumah megah bak istana milik Reagan. Sedangkan Jenny terkatung-katung di jalanan, bekerja sebagai pelacur demi kelangsungan hidupnya sampai bertemu dengan Bob. Perbedaan hidupnya dengan hidup Rexan karena Reagan itulah yang menyulut dendam Jenny. Kematian Reagan tidak membuatnya puas, maka Rexan, putra Reagan itulah yang harus menanggung akibatnya. Rexan hanyalah putra Reagan karena Jenny tidak pernah mengakui Rexan sebagai putranya.

Rexan tidak mempunyai salah apapun terhadap Jenny. Tapi Rexan adalah putra dari seorang Reagan. Itu adalah kesalahan besar di mata Jenny.

***

Next: Beautiful Desire - 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan yaa :)

My Step Brother - 6 (Ending)

Chapter 6 ( Ending) Dua hari kemudian Bian membuka akun instagramnya. Gerahamnya segera saja bergemeletuk menahan geram ketika menda...