NOT FOR UNDERAGE
WARNING: 21+
"Els." panggilnya
kemudian, menegakkan badan dan berkedip demi memperjelas pandangannya.
Dan Elsa masih di sana. Berdiri di belakang sofa yang ia duduki dan
tersenyum padanya. Dia mengulurkan tangan kepada gadisnya, menunggu
untuk Elsa memberikan tangannya.
Fero memandang Ghina,
memberi isyarat kepada Ghina untuk melanjutkan rencana mereka. Dan Ghina
mengangguk, kemudian mengeluarkan kamera dari tasnya dan menyiapkannya
di atas meja sebelum kemudian keluar dari ruangan itu.
Perempuan itu menyambut
tangan Rexan, lantas menurut begitu Rexan menariknya untuk dipangku.
Obat yang ia campurkan ke minuman Rexan ternyata sangat ampuh. Lelaki
itu tak sadar bahwa yang dipangku adalah dirinya.
"Kamu masih marah? Aku sungguh tidak bermaksud menyakitimu." Rexan mengusap pipi Fero yang diyakininya sebagai Elsa.
Fero jelas tidak
mengerti dengan pertanyaan Rexan. Dia berasumsi kalau Rexan tengah ada
masalah dengan kekasihnya. Jadi ia memainkan perannya sebaik mungkin.
Karena itu adalah perintah yang Jenny katakan padanya.
"Tidak, aku sudah tidak marah padamu. Maaf kalau aku sempat marah."
Rexan tersenyum, "Tidak apa-apa, sayang."
Fero membiarkan Rexan
memegang tengkuknya dan mengarahkan kepalanya mendekat. Matanya ia
pejamkan, dan sapuan bibir Rexan terasa di bibirnya. Lelaki itu
menciumnya, semaki lama semakin bergairah. Sudah lama ia mendengar
tentag Rexan, namun tak menyangka bahwa desas-desus tentang Rexan sangat
ahli dalam hubungan intim benar adanya. Semuanya didukung oleh paras
rupawan tubuh Rexan. Fero tak menyesal menjalankan rencana yang Jenny
susun. Dia mendapatkan uang dan mendapatkan kesenangan dari bujangan
paling diinginkan perempuan di luar sana.
Rexan memindahkan
bibirnya ke leher Fero. Ia mengecup ringan, memberi sedikit jilatan dan
juga menggigitnya. Tangannya dengan cepat menelanjangi pakaian Fero
hingga perempuan itu setengah telanjang di pangkuannya. Diremasnya
payudara Fero bergantian.
Fero menggeliat. Desahan
nikmat meluncur dari bibirnya. Ia meraih ikat pinggang Rexan untuk
melonggarkannya. Lantas menarik turun resleting celana panjang milik
lelaki itu dan mengeluarkan apa yang berasa di baliknya. Fero mendesah
melihat milik Rexan di genggamannya. Ia turun dari pangkuan Rexan dan
berlutut di depan lelaki itu dan langsung mengulum milik Rexan.
Mata Rexan terpejam.
Gadisnya benar-benar bisa membuatnya gila. Tapi, rasanya Elsa tidak
seberpenglaman itu. Elsa, gadisnya itu sangat polos. Perlu Rexan bimbing
untuk melakukan hal itu. Kesadaran menyentak kepala Rexan. Matanya
seketika terbuka. Dia menunduk dan membeliak marah. Itu bukan Elsa.
Didorongnya Fero dengan kasar, dan ia berdiri meski masih pusingnya
masih tersisa. Dia merapikan celananya, menatap marah kepada Fero yang
terkejut.
"Sialan! Apa tujuanmu, hah?!" tanyanya tajam. Ia tak segan menjambak rambut panjang Fero. Perempuan itu bungkam.
"Aku bersumpah, jika
semua ini berakibat fatal, aku akan mengejarmu bahkan hingga ke neraka
sekali pun, Jalang!" hardiknya dengan tatapan mengerikan.
Fero meringis, saat
itulah Rexan mencengkram rahangnya, memandangnya jijik lalu
menghempaskan pegangannya. Membuat kepalanya tertoleh kasar ke samping
dan lehernya terasa sakit.
"Apapun tujuanmu,
kusarankan padamu untuk membatalkannya. Atau kau akan benar-benar
menyesal." ancam Rexan sekali lagi, sebelum kemudian berdiri. Ia
membalikkan badan dan keluar dari ruangan itu. Ia pergi dari sana tanpa
menyadari adanya kamera yang merekam perbuatannya dengan Fero. Fero
menyeringai, yakin Jenny akan memuji keberhasilannya.
Sialan! Dalam keadaan
pusing seperti ini aku tidak bisa berpikir jernih! Umpat batin Rexan, ia
terhuyung berjalan menuju mobilnya. Apapun atau siapapun yang
merencanakan sesuatu yang mengganggunya itu harus segera Rexan ketahui.
"Halo, Gerald. Selidiki
perempuan yang bernama Feronica dan juga Ghina yang baru saja kutemui."
perintah Rexan setelah sebelumnya mengambil ponsel di sakunya.
Dia nyaris menabrak
seseorang yang baru keluar dari lift. Sumpah-serapah akan meluncur dari
bibirnya saat kemudian dia mendapati kalau itu adalah Emilia.
Sekretarisnya yang nampak agak sedikit berantakan.
"Ma-maaf Pak, ban mobil saya tiba-tiba kempes dan taksi--"
"Persetan!" sela Rexan tak sabar. Namun dia masih sadar untuk tidak sepenuhnya menyalahkan Emilia yang datang terlambat.
Emilia sudah mengirim
pesan sebelumnya bahwa ada masalah yang terjadi pada ban mobilnya. Dan
butuh waktu beberapa lama untuk mendapatkan taksi. Dia juga telah
mengirim file yang dibutuhkan oleh Rexan sebelum meeting itu berjalan.
Akibat keteledoran
Rexan-lah semuanya terjadi. Dia kalut memikirkan Elsa dan pada akhirnya
membuat dirinya terjebak oleh kedua perempuan itu. Dia yang tidak sabar
ingin segera menyelesaikan meeting-nya akhirnya memulainya tanpa
menunggu Emilia.
"Pak--"
"Minggir." Rexan memijit pelipisnya, dia langsung masuk ke dalam lift.
Apapun itu, Emilia yakin bahwa yang telah terjadi bukanlah sesuatu yang bagus.
Rexan menggeram, dan
menelungkupkan kepala pada kemudi mobilnya. Tubuhnya masih menyisakan
panas, dan kepalanya semakin pening saja.
Oh, astaga. Elsa tidak
boleh tahu tentang peristiwa yang baru saja terjadi, atau gadisnya itu
akan bertambah kecewa padanya. Rexan menghidupkan mobilnya,
memundurkannya lantas memutar stir dan melajukannya. Dia harus bertemu
dengan Elsa.
Tetapi, menyetir dalam keadaan pusing tidak terdengar
seperti gagasan yang bagus. Hal itu terjadi kepada Rexan. Mobilnya tidak
melaju lurus, terkadang berkelok yang membuat beberapa orang
menyumpahinya. Ponselnya berbunyi, benda itu terletak di dashboard
mobilnya. Rexan berusaha menjangkau, namun lengannya tak sampai.
Akhirnya ia sedikit mengangkat tubuhnya, lengah terhadap kendali kemudi
mobilnya. Ketika ponsel itu berhasil diraihnya, suara klakson memekakkan
telinga terdengar dari hadapannya. Mata Rexan membeliak, sebuah truk
melaju kencang berlawanan arah dengannya. Ia membanting kemudi, ban
mobilnya berdecit dan terdengar bunyi benturan keras sesaat kemudian.
***
Jenny menghisap rokok
yang terselip di antara jari tengah dan telunjuknya. Dia menghembuskan
asap hingga asap rokok itu mengepul di depan wajahnya sebelum kemudian
terurai di udara. Di tempatnya duduk kini, ia menyeringai mendengar
laporan dari orang suruhannya.
Di tangan Jenny terputar
sebuah video putra tersayangnya bersama Feronica. Seringai bertahan di
bibirnya. Ia mematikan rokok, memfokuskan mata pada video itu. Lntas
keningnya berkerut saat video itu berganti dengan kemarahan Rexan.
"Dia sadar?" tanyanya tak suka.
"Mau bagaimana lagi,
Jenny. Lelaki itu memang segera tersadar. Tapi kau bisa memotong bagian
itu. Bagian sebelumnya kupikir sudah cukup kan?" tutur Fero yang
diangguki oleh Ghina.
"Kau benar." Jenny
menjeda video itu, ia berdiri, mengangguk-angguk, "kalian benar, Fero,
Ghina. Aku cukup puas dengan pekerjaan kalian."
Yang tidak Fero dan
Ghina ketahui, Jenny adalah perempuan licik. Ia menyelipkan tangan ke
belakang tubuhnya, mengambil pistol dan langsung mengarahkannya ke
kepala Fero. Membuat Fero membelalak dan Ghina terkesiap.
"Aku memang cukup puas,
tapi pekerjaan kalian tidak sempurna, mengurangi rasa puasku dan
membuatku terganggu. Jadi, kalian harus mati."
Sebelum Fero sempat
bereaksi lagi, Jenny sudah menarik pelatuk pistolnya. Timah panas itu
bersarag di kepala Fero tak lama kemudian. Tubuh Fero lunglai seketika.
"Berhenti di sana Ghina." Jenny mendesis, langkah kaki Ghina yang sudah mencapai pintu terhenti.
"Je-Jenny, kau tidak akan-"
"Kau juga harus kubunuh.
Kalian harus mati agar rencanaku terus berlanjut." pistol itu
ditodongkan ke arah Ghina yang sudah berkeringat dingin.
"Ta-tapi, a-aku bisa membantumu." Ghina menawarkan dengan gugup, enggan berakhir sama seperti Fero.
Jenny tertawa, lantas
menurunkan pistolnya. Tatapannya menjadi bersahabat, mebuat Ghina tanpa
sadar menarik napas lega. Hal itu tak berlangsung lama karena Fero
menaikkan pistolnya lagi, menarik pelatuknya dua kali beturut-turut
dengan tepat sasaran mengenai Ghina.
"Jenny... kupikir
kau..." Ghina jatuh ke lantai. Pandangannya antara tak percaya,
kesakitan dan ketakutan. Darah surut dari wajahnya dan matanya terpejam
yang Jenny yakini tidak akan pernah terbuka kembali.
Tawa Jenny menggema di
ruangan gelap itu. Jika Fero dan Ghina masih hidup, mereka akan
menghambat langkahnya. Rexan pasti mencari tahu tentang Fero, dan lelaki
itu pasti akan menemukan titik terangnya. Rencana Jenny akan berakhir
saat Fero atau Ghina membuka mulut-ia yakin putranya akan menyelidikinya
melalui Fero dan Ghina terlebih dahulu. Jadi untuk mencegah hal itu,
Fero dan Ghina harus lenyap dari bumi.
Sebenarnya, pekerjaan
Fero dan Ghina sudah cukup bagus. Tetapi mereka lalai membiarkan Rexan
tersadar sebelum melakukan hal yang lebih jauh, yang Jenny yakini akan
membuat Elsa dirundung kecewa kepada Rexan-itulah yang Jenny inginkan.
Hubungan Rexan dengan kekasihnya hancur. Video itu akan menjadi awal
kehancuran Rexan. Jenny hanya perlusedikit mengeditnya dan
mengirimkannya kepada Elsa.
"Jenny." pintu ruangan
itu terbuka, seorang lelaki dengan perut buncit masuk ke dalamnya.
Lelaki itu tidak memasang ekspresi apapun melihat dua mayat di lantai.
"Ada apa, Bob?" tanya
Jenny lemah lembut. Oh, dia mencinti lelakiitu tentu saja. Jenny tidak
mempersoalkan keelokan rupa. Bob sejalan dengannya, itu sudah cukup
daripada seorang lelaki yang hanya memanfaatkan tubuhnya lantas
meninggalkannya.
"Bocah itu kecelakaan."
"Apa? Tapi itu tidak masuk dalam rencanaku. Harusnya mobil sekretarisnya yang bermasalah, bukan miliknya." Jenny mengernyit.
"Kita berhasil tentang sekretarisnya. Dan kecelakaan itu terjadi begitu saja, tanpa unsur disengaja."
Jenny menggeleng, "Bob,
tidak. Rexan tidak boleh mati. Dia masih hidup kan? Dia harus hidup
untuk dendam yang belum terbalaskan."
"Aku masih menunggu
kabar itu, Jenny. Bocah itu memang tidak boleh mati sebelum aku membalas
sakit hatiku. Dia adalah putra dari orang yang kita benci. Jadi dia
yang harus menanggung dendam kita."
Rexan adalah putra dari
Reagan, seorang pengusaha yang kaya raya dan terkenal dalam dunia
bisnis. Reagan adalah seorang yang brengsek. Reagan mengambil keuntungan
dari Jenny, memperlakukan Jenny dengan manis, menghamili Jenny lantas
meninggalkannya. Tidak menghiraukan saat Jenny datang ke rumahnya dan
meminta pertanggung-jawaban. Reagan memberi banyak uang, meminta Jenny
melahirkan Rexan. Jenny pikir, Reagan akan bertanggungjawab begitu Rexan
lahir, nyatanya Reagan hanya mengambil Rexan dan membuang Jenny.
Reagan masih bermain
perempuan setelah mencampakkan Jenny. Reputasi lelaki itu yang buruk
tidak mempengaruhi dunia bisnis di tangannya. Adik dari Bob menjadi
salah satu korban Reagan. Adik yang Bob sayangi harus mati bunuh diri
karena mencintai Reagan namun Reagan menolaknya. Bob sangat marah, dia
melakukan apapun demi kehancuran Reagan. Tidak ada yang berhasil. Bahkan
untuk urusan bisnis pun, bukan semakin jatuh malah semakin jaya
meskipun Reagan sudah mati. Bisnis yang kemudian dilanjutkan oleh Rexan.
Di tengah bisnis milik
Rexan yang mencapai puncak gemilangnya, perusahaan Bob hancur karena
perbuatannya sendiri yang telah berani bermain api dengan Rexan. Rexan
tidak tahu perihal dendam Bob kepada ayahnya, yang ia tahu hanyalah Bob
selalu berusaha menjatuhkannya. Tidak ada cara lain, Bob harus
dipatahkan taringnya lebih dulu supaya tidak terus menggigitnya.
Dan akhirnya Bob bertemu
dengan Jenny di sebuah rumah bordir. Kesamaan dendam membuat keduanya
menjadi partner. Jenny keluar dari pekerjaannya dan hidup dengan Bob.
Bersama menyusun rencana untuk Rexan.
Rexan, putranya dari
Reagan hidup dengan nyaman di rumah megah bak istana milik Reagan.
Sedangkan Jenny terkatung-katung di jalanan, bekerja sebagai pelacur
demi kelangsungan hidupnya sampai bertemu dengan Bob. Perbedaan hidupnya
dengan hidup Rexan karena Reagan itulah yang menyulut dendam Jenny.
Kematian Reagan tidak membuatnya puas, maka Rexan, putra Reagan itulah
yang harus menanggung akibatnya. Rexan hanyalah putra Reagan karena
Jenny tidak pernah mengakui Rexan sebagai putranya.
Rexan tidak mempunyai
salah apapun terhadap Jenny. Tapi Rexan adalah putra dari seorang
Reagan. Itu adalah kesalahan besar di mata Jenny.
***
Next: Beautiful Desire - 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan yaa :)